Danau Rawa Taliwang
atau yang dalam bahasa setempat lebih akrab disebut denganLeboTaliwang merupakan salah lahan basah daratan terluas di Provinsi Nusa
Tenggara Barat.Lebo Taliwang mempunyai manfaat ekonomi dan fungsi
ekologi yang penting bagi kehidupan masyarakat sekitar dan ekosistem yang
adadi dalamnya.
Sebagai perairan yang
mempunyai keanekaragaman jenis ikan,Lebo Taliwang dimanfaatkan untuk kegiatan
produktif masyarakat sekitarnya. Mereka menangkap ikan dengan teknologi yang
sederhana menggunakan jaring, pancing, bubu, tombak, jala, lembing
dan seser untuk dijual dan sebagian untuk dikonsumsi sendiri.
Manfaat lain atas
keanekaragaman hayati yang dimiliki ekosistemLebo Taliwang adalah pemanfaatan
beberapa bagian teratai sebagai salah
satu pangan alternatif. Rimpang teratai biasa diolah menjadi bubur, sedangkan
biji yang terdapat di dalam buah teratai telah biasa dikonsumsi masyarakat
sebagai camilan dan dewasa ini telah diketahui mengandungberbagai khasiat secara medis untuk mengobati
berbagai penyakit.
Lebo Taliwang juga merupakan tempat rekreasi yang
mengasyikkan. Banyak pengunjung yang datang keLebo Taliwang untuk menikmati
pemandangan alam. Panorama danau yang ditumbuhi berbagai spesies flora terutama
keindahan teratai Lebo yang endemic, tumbuh melintangutara selatan memberikan suasana sejuk
tersendiri di benak pengunjung. Selain itu, masyarakat yang berkunjung keLebo Taliwang juga dapat menikmati sensasi olahraga
pemancingan yang eksotik. Potensi ini pun telah dikembangkan sebagai salah satu
usaha masyarakat sekitar seperti penyewaan sampan dan peralatan pemancingan
bagi pengunjung Lebo Taliwang. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat pun telah
membangun beberapa prasarana pariwisata di salah satu bagian Lebo.
PopularitasLebo Taliwang sebagai sumber air, juga telah
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengembangkan usaha air isi ulang dan air
minum dalam kemasan.
Berbagai ragam
kekayaan hayati baik jenis flora maupun fauna yang dimiliki Lebo Taliwang merupakan aset bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Manfaat lain dari
keberadaanLebo Taliwang adalah sebagai
tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan,
sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.Lebo Taliwang mempunyai fungsi hidrologis
sebagai tempat penampungan air.
Pada waktu musim hujanLebo
Taliwang dapat menyimpan kelebihan air yang berasal dari air hujan maupun
sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan demikianLebo Taliwang berfungsi sebagai pengendali
banjir sekaligus mempertahankan persediaan air pada musim kemarauyang mampu menjamin keseimbangan dan
ketersediaan air permukaan dan air tanah, serta menjaga kelembaban udara
sekitarnya.
Peluang Pemanfaatan
Pada Tahun 1999, Menteri
Kehutanan telah menetapkan Lebo Taliwang sebagai salah satu kawasanpelestarianalam. Melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 418/Kpts-II/1999 pada 15
juni 1999pemerintah telah
menetapkanDanau Rawa Taliwang (Lebo Taliwang) sebagai Kawasan Lindung Nasional
dengan luas 1.406 hektar yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 598/Menhut-II/2009 tanggal 2 Oktober 2009 tentang Penunjukan
Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan tersebut kawasanLebo Taliwang ditetapkan seluas 819,20 hektar.
Sebelumnya,Lebo Taliwang juga telah ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.11/Menhut-II/2007 sebagai Taman Wisata Alam
(TWA) dalam bagian wilayah Rayon II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SumberDaya Alam Hayatidanekosistemnya disebutkan bahwa tamanwisataalamadalahkawasanpelestarianalamyangterutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam.
Sebagai
kawasanpelestarianalam, Lebo Taliwang mempunyaifungsiperlindungansistempenyangga kehidupan,pengawetankeanekaragamanjenistumbuhandansatwa,serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
Dengan
demikian, di dalam kawasan Lebo Taliwang dapat dilakukankegiatanuntukkepentinganpenelitian,ilmupengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Kegiatan-kegiatan tersebut boleh diselenggarakan
sepanjang tidak mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan.
Sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam bahwa pengusahaan pariwisata alam ini dapat
dilakukan di dalam taman wisata alam yang meliputi kegiatan mengunjungi,
melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta
dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan.
Dalam
pemanfaatan taman wisata alam seperti Lebo Taliwang ini, ada 2 kategori usaha
pariwisata alam yang dapat dilakukan yaitu usaha penyediaan jasa wisata alam
dan penyediaan sarana wisata alam.
Usaha
penyediaan jasa wisata alam seperti jasa informasi pariwisata, pramuwisata,
transportasi,perjalanan wisata,
cinderamata dan makanan dan minuman (kuliner). Sedangkan usaha penyediaan
sarana wisata alam berupa wisata tirta, akomodasi dan sarana wisata
petualangan.
Tentu
saja pengusahaan pariwisata alam di dalam taman wisata alam seperti Lebo
Taliwang ini hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin pengusahaan yang
diberikan oleh Menteri Kehutanan.
Permohonan
izin pengusahaan dapat diajukan baik oleh perorangan, badan hokum maupun
koperasi. Untuk permohonan izin pengusahaan yang diajukan oleh perorangan hanya
diberikan untuk izin usaha penyediaan jasa wisata alam. Sedangkan permohonan
izin pengusahaan yang diajukan oleh badan usaha dan koperasi dapat diberikan
untuk izin usaha penyediaan jasa wisata alam maupun izin usaha penyediaan
sarana wisata alam.
Izin
usaha penyediaan jasa wisata alam diberikan oleh Menteri Kehutanan untuk jangka
waktu 2 tahun bagi pemohon perorangan namun dapat diperpanjang diperpanjang
kembali. Sedangkan bagi badan hokum dan koperasi izin usaha dapat diberikan
untuk masa 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan
setelah itu dapat diperpanjang kembali.
Adapun
permohonan izin usaha penyediaan sarana wisata alam diajukan kepada Menteri
dilampirkan dengan berbagai persyaratan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
usaha penyediaan sarana wisata alam.
Izin
usaha penyediaan sarana wisata alam ini diberikan oleh Menteri untuk jangka
waktu 55 (lima puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang kembali berdasarkan hasil
evaluasi terhadap izin usaha.
Beranjak
dari regulasi pada sektor kehutanan yang ada, maka peluang pemanfaatan Lebo
Taliwang untuk kegiatan usaha jasa dan penyediaan sarana wisata terbuka lebar.
Untuk
itu, tantangan yang ada saat ini hanya terkait dengan penetapan blok yang kewenangannnya
di tangan pemerintah pusat sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman
Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Rakyat
dan Taman Wisata Alam.
Dengan
adanya penetapan blok, maka tersedia kejelasan tentang pembagian blok untuk
kepentinganperlindungan, pemanfaatan
dan lainnya. Penetapan blok akan memberikan kepastian tentang blok yang dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat Sumbawa Barat untuk
pengembangan kegiatan pariwisata dan rekreasi alam.
Wonderful Indonesia dan Visit
Lombok Sumbawa
Peluang lain yang dapat memberikan
menunjang pengembangan pariwisata Lebo Taliwang adalah ajangpromosi dengan branding Pesona Indonesia (Wonderful
Indonesia) secara nasional maupun visit
Lombok Sumbawa di tingkat regional. Setidaknya, melalui program promosi
ini, ke depan Lebo Taliwang dapat menjadi salah satu destinasi wisata yang
dapat ditawarkan Sumbawa Barat maupun Provinsi Nusa Tenggara Barat kepada para
wisatawan baik asing maupun domistik.
Perkembangan Teknologi
Informasi
Seiring meningkatnya
kesejahteraan masyarakat, kebutuhan untuk berlibur juga semakin meningkat
sehingga masyarakat memerlukan informasi tentang tujuan wisata, obyek wisata
lengkap dengan informasi sarana yang tersedia seperti transportasi, produk
wisata dan sebagainya,
Perkembangan teknologi
informasi dewasa ini memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk memperoleh
informasi tentang berbagai hal termasuk tempat-tempat yang menarik dikunjungi
untuk berlibur. Kondisi ini memberikan peluang bagi pengembangan pariwisata
Lebo Taliwang. Berbagai sarana penyebaran informasi dapat dimanfaat untuk mempromosikan
Lebo Taliwang sebagai destinasi wisata. Sebut saja jaringan internet yang
menyediakan beragam kemudahan dalam menyebarkan dan mengakses informasi wisata.
Dengan berkembangnya
perekonomian, kemampuan masyarakat untuk memiliki sarana komunikasi dan
informasi juga meningkat. Hasil survey Biro Pusat Statistik pada Tahun 2014
menunjukkan bahwa 92,61% rumah tangga di perkotaan Indonesia memiliki telepon
seluler, dan di pedesaan mencapai 81,33%. Data ini menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat Indonesia telah menempatkan komunikasi dan informasi sebagai
kebutuhan yang penting dipenuhi. Sementara itu, sebagaimana dirilis oleh
Kementerian Komunikasi dan Informasi bahwa berdasarkan hasil riset yang
dilakukan lembaga digital marketing Emarketer,
pada Tahun 2015 lalu pengguna telepon seluler jenis smartphone di Indonesia
mencapai 55 juta orang dan diperkirakan pada Tahun 2018 jumlah pengguna aktif
smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu,
Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat
di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Selain untuk berkomunikasi,
dapat menjembatani penggunanya untuk mencari informasi secara lebih mudah dan
cepat. Teknologi internet dan aplikasi yang ada di smartphone membuat
penggunanya akan jauh lebih nyaman untuk menemukan berbagai macam informasi
termasuk informasi perjalanan wisata.
Perkembangan teknologi
informasi ini akan memudahkan penyebaran informasi pariwisata melalui jaringan
internet yang dapat diakses melalui smartphone merupakan peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata Lebo Taliwang.
Terbukanya Akses Transportasi
Selain
perkembangan teknologi informasi, pembangunan di sektor transportasi akhir-akhir
ini juga memberikan dukungan terhadap pengembangan pariwisata Lebo Taliwang. Keberadaan infrastruktur
transportasi yang semakin baik berupa jalan, pelabuhan, terminal dan bandara
memberikan dukungan bagi pengembangan pariwisata. Beroperasinya Bandara Internasional
Lombok mulai 1 Oktober 2011 semakin memberikan kemudahan bagi masyarakat dari
berbagai negara atau daerah untuk berkunjungnya ke Provinsi Nusa Tenggara Barat
terutama ke Pulau Lombok. Artinya, beroperasinya bandara internasional ini juga
semakin memudahkan pengunjung untuk menjangkau Lombok dan Sumbawa. Demikian
juga dengan aktifnya Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin III di Sumbawa Besar
dengan jadwal 3 kali penerbangan setiap
hari, maka telah menghubungkan Pulau Sumbawa dengan Mataram ibukota Provinsi
Nusa Tenggara Barat, terhubung pula dengan Denpasar dan Surabaya.
Memang
sejatinya, industri pariwisata akan berkembang dengan adanya perkembangan
sarana dan prasarana transportasi karena akan mempermudah lalu lintas
pengunjung ke daerah/obyek wisata.
Kerjasama Masyarakat Ekonomi
Asean
Peluang lainnya adalah kerjasama
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA adalah salah satu bentuk kerjasama
negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk kemajuan ekonomi bersama di
masing-masing negara anggotanya.
Sumbawa
Barat sebagai bagian dari Indonesia memiliki kekayaan alam seperti Lebo
Taliwang, aneka budaya dan ekonomi kreatif yang tersebar di berbagai kecamatan/desa.
Dengan terbukanya MEA maka terbuka juga peluang investasi serta akses yang
mudah bagi warga asing untuk datang berkunjung ke Sumbawa Barat, salah satunya
untuk berkunjung ke Lebo Taliwang.
Berbagai
perkembangan ini memberikan pengaruh sekaligus merupakan peluang bagi
pengembangan Lebo Taliwang sebagai destinasi wisata yang menjanjikan di masa
yang akan datang. Tinggal bagaimana Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sumbawa
Barat menyusun strategi dan program pembangunan menangkap peluang ini untuk
berkembang, menjadikan Lebo Taliwang sebagai salah satu modal bagi pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Lebo Taliwang memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting pada masa lalu, sekarang dan masa akan datang bagi kehidupan sekitarnya. Lebo Taliwang merupakan tempat usaha penangkapan dan budidaya ikan dimana sebagian masyarakat Desa Meraran, Desa Ai Suning, Desa Rempe, Desa Seran, Desa Seloto, dan Kelurahan Sampir selama bertahun-tahun menggantungkan hidup dari hasil menangkap ikan air tawar di Lebo Taliwang. Mereka menangkap beberapa jenis ikan air tawar yang hidup di perairan di antaranya mujair, sepat, nila, betok, gabus, sidat dan belut. Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, hasil tangkapan juga dijual sebagai sumber pendapatan.
Selain itu, Lebo Taliwang juga merupakan sumber pangan. Berbagai jenis teratai yang tumbuh di Lebo Taliwang telah dimanfaatkan bagian-bagiannya oleh masyarakat sekitar sebagai pangan alternatif. Dalam buah teratai terdapat biji-biji yang berbentuk bulat seperti kacang tanah yang bisa dikonsumsi dan dikenal mempunyai berbagai khasiat untuk mengobati berbagai penyakit seperti diare, disentri, keputihan, demam, susah tidur, hipertensi, muntah darah, mimisan, batuk darah, sakit jantung, beri-beri, sakit kepala, berak dan kencing darah, anemia, dan ejakulasi. Sedangkan rimpang yang menjalar di dasar perairan mengandung tepung dan sering diambil masyarakat untuk diolah menjadi bubur yang juga berkhasiat sama seperti biji-biji buahnya.
Masyarakat sekitar juga memanfaatkan Lebo Taliwang sebagai tempat rekreasi memancing. Selain menghibur, memancing juga juga menghasilkan ikan. Banyak orang yang datang memancing ke Lebo Taliwang untuk mengisi waktu luang atau sebagai kegiatan di hari libur bekerja untuk menghilangkan kejenuhan. Saat ini, Lebo Taliwang juga sedangkan dikembangkan sebagai salah satu alternatif tujuan wisata lokal bagi masyarakat.
Lahan di sekitar Lebo Taliwang merupakan lahan basah yang kaya akan unsur hara sehingga sangat baik untuk pertanian. Sedimentasi di daerah sempadan Lebo telah diubah oleh masyarakat pemilik lahan sekitarnya sebagai areal pertanian. Selain itu, satu usaha penyulingan air mineral beroperasi di sekitarnya untuk diperdagangkan dalam bentuk air kemasan.
Berbagai fungsi dan manfaat Lebo Taliwang yang selama ini dinikmati oleh masyarakat sekitarnya itu, saat ini tengah mengalami ancaman serius. Berbagai aliran air baik itu sungai maupun aliran air permukaan yang bermuara ke Lebo Taliwang disinyalir mengandung logam berat yang berbahaya bagi keberlangsungan ekosistem Lebo Taliwang. Bagaimana tidak terancam? Di sekitar Lebo Taliwang, saat ini terdapat ratusan mesin gelondong (tromol) yang beroperasi tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan.
Tambang Rakyat di Sekitar Lebo Taliwang
Usaha pertambangan emas secara tradisional di Sumbawa Barat sudah berlangsung sejak lama. Paling tidak sejak Tahun 1990 telah dimulai penambangan emas oleh warga yang rata-rata berasal dari Tasikmalaya di Desa Lamuntet Kecamatan Brang Rea. Sedangkan penambangan di wilayah sekitar Lebo Taliwang baru berlangsung sejak awal Tahun 2011 lalu. Penambangan ini dimulai setelah penemuan urat-urat kuarsa mengandung emas di Bukit Pakirum Kelurahan Sampir Kecamatan Taliwang dan sekitarnya oleh penambang emas tradisional.
Sejak saat itu, Bukit Pakirum ramai didatangi penambang yang berasal dari luar Kabupaten Sumbawa Barat. Harian Gaung NTB Edisi 31 Januari 2011 memberitakan bahwa dalam tempo kurang dari dua minggu, Bukit Pakirum berhasil menyedot ribuan penambang. Tidak hanya penambang lokal, penambang dari Pulau Lombok, Sumbawa, Jawa, bahkan dari Manado Sulawesi Utara, tumpah ruah di kawasan yang masuk dalam areal hutan lindung itu. Para penambang dari luar daerah itu umumnya tergiur dengan kabar mengenai kandungan emas di batuan dan kadar emas Bukit Pakirum yang tergolong tinggi. Belum lagi lokasi yang relatif mudah dijangkau karena dekat jalan raya dan kondisi lubang yang relatif aman (kedalaman lubang hanya berkisar antara 1,5 s/d 2 meter dan lubang terdalam sekitar 5 meter).
Selain terjun langsung sebagai penambang, para pendatang juga rata-rata membawa serta alat gelondongan. Dari puluhan titik gelondongan (ribuan mata) yang beroperasi mulai dari sekitar Desa Meraran Kecamatan Seteluk sampai jalur sepanjang Lebo Taliwang sebagian besar di antaranya merupakan milik pendatang.Bisnis gelondongan, selain aktifitas penambangan emas, menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Banyaknya jumlah penambang, menjadikan bisnis penyewaan jasa gelondong menjadi sumber pendapatan yang sangat menggiurkan. Satu gelondongan yang umumnya terdiri dari puluhan mata per unit itu, beroperasi hampir 24 jam sehari. Untuk satu karung batuan, pemilik memasang tarif Rp 25,000 s/d Rp 30,000.
Selain di Bukit Pakirum, lokasi penambangan juga terdapat di Lamunga (wilayah Desa Batu Putih Kecamatan Taliwang). Gaung NTB Edisi 1 Februari 2011 memberitakan bahwa penambangan di Desa Batu Putih telah lebih dulu bergeliat sebelum Bukit Pakirum. Diduga para penambang menggunakan peta PT Indotan dalam menentukan titik lokasi penambangannya.
Dugaan ini diungkapkan anggota Komisi III DPRD Kabupaten Sumbawa Barat Kaharuddin Umar. Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengungkapkan bahwa dari hasil penelusurannya, di wilayah Lamunga banyak warga yang melakukan penambangan secara tradisional menggunakan istilah teknik pemetaan geologi pertambangan dalam menyebutkan lokasi penggaliannya.
Kaharuddin Umar bahkan mengaku, pernah melihat langsung peta yang digunakan warga dalam menetukan lokasi penggalian. Dalam peta secara jelas terlihat bahwa lembaran yang memuat data pemetaan geologi wilayah Lamunga itu menggunakan kop PT Indotan yaitu salah satu investor tambang yang tengah melakukan ekplorasi di wilayah Lamunga. Wilayah Lamungan termasuk sebagai bagian wilayah konsesi PT Indotan.
Selain di Desa Lamuntet, Bukit Pakirum dan Lamunga, penambangan juga berlangsung Desa Moteng Kecamatan Brang Rea, Balisung Desa Menemeng Kecamatan Brang Ene, Lang Tanyong, dan Lang Eler Kelurahan Sampir dan Desa Seloto Kecamatan Taliwang.
Teknik Pertambangan Tradisional
Pada semua lokasi penambangan mulai dari Lamuntet, Moteng, Balisung, Lang Tanyong, Lang Eler, Pakirum, Lamunga hingga Desa Seloto di Kabupaten Sumbawa Barat dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur. Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi.
Kegiatan penambangan emas secara tradisional oleh masyarakat inipun masih menggunakan teknik eksploitasi yang sederhana. Penambangan batuan memakai peralatan sederhana seperti cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya.
Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih hasil penambangan dimasukkan ke dalam karung berukuran kantong semen. Selanjutnya bijih hasil penambangan tersebut ditumbuk dengan menggunakan palu hingga berukuran 1-2 cm. Batuan dan urat kuarsa hasil tumbukan selanjutnya digiling dengan alat gelondong (tromol yang berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Bijih seberat 5-10 kg dimasukkan ke dalam gelondong dan diputar selama 2-3 jam. Setelah itu, gelondong dibuka dan besi penggilingan dikeluarkan dan hanya disisakan 1 batang saja di dalam gelondong. Selanjutnya, merkuri dituangkan ke dalam gelondong, ditutup yang rapat dan gelondong diputar kembali selama 30 menit. Proses ini disebut dengan teknik amalgamasi.
Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari ampasnya (tailing) dengan cara diperas (dipijit) dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah dan adapula pemilik gelondong yang mengalirkan material tailing langsung ke dalam sungai. Pembuangan tailing secara langsung ini tentu saja dapat mempercepat kontaminasi merkuri di sungai.
Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara pengomporan yang sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam dimasukkan ke dalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu 300-400 °C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya.
Khusus bagi material tailing yang ditampung di dalam bak penampungan, bila telah memenuhi bak penampungan, diisi kembali ke dalam karung untuk dijual kepada pengusahaatau masyarakat yang berminat untuk diproses ulang dengan menggunakan tong. Cara ini juga tidak menjamin adanya keamanan bagi lingkungan, sebab pada saat musim hujan, air hujan memenuhi seluruh permukaan tanah dan air permukaan ini mengalir menuju ke sungai dengan membawa sebagian material tailing yang telah bercampur merkuri. Selain itu, pada musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan demikian memungkinkan penyebaran merkuri lebih luas, sehingga kontaminasi merkuri dalam air dan sedimen sungai akan membawa dampak lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh tanaman air dan ikan air tawar yang merupakan bagian dari rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat.
Merkuri Meracuni Lebo Taliwang
Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi dengan menggunakan mesin gelondong umumnya dilakukan di lahan-lahan kosong milik warga setempat baik itu di tegalan, halaman rumah,pada lahan sawah dan pinggir sungai. Operasional mesin gelondong tersebar di berbagai desa di Kabupaten Sumbawa Barat terutama di Kecamatan Brang Rea, Taliwang dan Seteluk.
Ketiga kecamatan ini merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan Lebo Taliwang karena perairan dan wilayah hutannya masih berada dalam satu-kesatuan Daerah Aliran Sungai yaitu DAS Rea. Sungai dari Kecamatan Seteluk sepenuhnya bermuara di Lebo Taliwang . Begitupula halnya dengan aliran air permukaan dari seluruh desa di Kecamatan Seteluk, semuanya bermuara ke Lebo Taliwang. Sedangkan Sungai dari Kecamatan Brang Rea dan Taliwang bila mengalami kelebihan debit pada saat banjir terjadi, maka air banjir kiriman akan menuju ke Lebo Taliwang. Sementara itu, air permukaan dari sebagian Bukit Lamunga, Pakirum dan Seloto juga mengalir ke Lebo Taliwang .
Oleh karena itu, pada muism hujan, air permukaan akan membawa limbah bercampur material tailing yang telah terkontaminasi merkuri dari Desa Seteluk Atas, Seteluk Atas, Tapir, Ai Suning, Rempe, Orong Sampir (Desa Seran), Orong Bawa, Meraran, Kelanir Kecamatan Seteluk dimana terdapat ratusan unit mesin gelondong beroperasi akan mengalir bebas menuju ke Lebo Taliwang. Begitu pula dengan air permukaan dan aliran sungai dari Seloto, Bangkat Monteh, Tepas, Moteng, Sepakat, Sapugara, Kejawat, Tamekan, Sermong yang posisinya lebih hulu dari Sungai Taliwang juga akan membawa serta limbah bercampur tailing yang telah terkontaminasi merkuri juga menuju Sungai Taliwang dan tidak menutup kemungkinan bila terjadi banjir akan memasuki areal Lebo Taliwang.
Sebagaimana dirilis oleh MinergyNews.com pada 12 Oktober 2005, sesuai hasil penyelidikan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya, sedimen Sungai Taliwangsudah berada di atas ambang batas toleransi kandungan merkuri karena sudah mencapai 1,139 Ng/Kg. Sementara ambang batasnya hanya 0,01 – 0,5. Sedangkanair Sungai Taliwang masih di bawah ambang batas, yaitu 0,002. Kondisi ini cukup memprihatinkan. Jika pada Tahun 2005 Sungai Taliwang telah mengandung 0,002 merkuri, tentu kondisi saat ini akan lebih parah sebab saat ini pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi telah meluas tanpa kendali di masyarakat.
Bila Lebo Taliwang tercemar merkuri, bukan hanya akan membahayakan komunitas biota yang hidup dalam perairan danau saja, tetapi juga akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan yang berasal dari hasil tangkapan di Lebo Taliwang. Hal ini karena sifat logam berat yang persisten pada lingkungan, bersifat toksik pada konsentrasi tinggi dan cenderung terakumulasi pada biota. Senyawa metil merkuri yang merupakan hasil dari limbah pengolahan bijih emas masuk ke dalam rantai makanan, terakumulasi pada ikan dan biota danau. Oleh karena itu manusia akan mengalami keracunan jika memakan ikan dan biota perairan Lebo Taliwang yang tercemar merkuri tersebut.
Tentu saja, kita tidak menghendaki masyarakat sekitar Lebo Taliwang dan masyarakat Sumbawa Barat pada umunya mengalami musibah sebagaimana yang telah dialami penduduk Teluk Minamata. Banyak kalangan mengetahui bagimana kasus penyakit Minamata telah dialami oleh penduduk Jepang pasca Perang Dunia ke-2. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa penduduk di sekitar kawasan Teluk Minamata mengalami cacat seumur hidup, gejala keanehan mental dan cacat syaraf mulai tampak terutama pada anak-anak, dan korban meninggal dunia lebih kurang 100 orang pada tahun 1953 sampai 1960 setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung merkuri yang berasal dari buangan sisa industri plastik.
Meskipun belum terdapat hasil penelitian yang menyatakan bahwa Lebo Taliwang telah tercemar merkuri, namun dapat dipastikan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, sedimen dan perairan Lebo Taliwang akan tercemar merkuri apabila Pemerintah Daerah tidak mengambil tindakan penertiban terhadap operasionalisasi mesin gelondong yang menerapkan teknik amalgamasi. Ini akan merupakan ancaman yang serius bagi kelanjutan ekosisten Lebo Taliwang.
Bahaya Merkuri bagi Manusia dan Lingkungannya
Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang ke dalam sungai, danau atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa metil-merkuri. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga metil merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) ke dalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan di sekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati.
Merkuri adalah suatu senyawa kimiawi toksik yang menjadi perhatian global karena menimbulkan bahaya yang signifikan terhadap kesehatan manusia, satwa dan ekosistem. Ketika dilepas ke lingkungan, merkuri bergerak mengikuti aliran udara dan jatuh kembali ke bumi. Merkuri dapat meresap melalui tanah lalu bergerak ke saluran-saluran, sungai-sungai, danau-danau dan samudra serta dapat berpindah mengikuti arus laut dan hewan-hewan yang bermigrasi.
Ketika memasuki lingkungan akuatik, merkuri dapat ditransformasi oleh mikro-organisma menjadi senyawa yang lebih toksik, metil merkuri. Dalam bentuk metil merkuri, merkuri memasuki rantai makanan, terakumulasi dan terkonsentrasikan, dimulai dari organisme akuatik termasuk ikan dan kerang, lalu pada burung, mamalia, dan manusia yang berada di ujung akhir rantai makanan.
Merkuri, terutama dalam bentuk metil merkuri, sangat beracun untuk manusia. Embrio manusia, janin, balita, dan anak-anak sangat rentan karena merkuri mengganggu perkembangan syaraf. Ketika seorang ibu hamil atau seorang wanita dalam usia produktif memakan makanan yang terkontaminasi dengan metil merkuri, zat beracun mengalir melalui plasenta dan terpapar ke janin. Studi menunjukkan bahwa konsentrasi metil merkuri dalam janin lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalam tubuh sang ibu. Merkuri juga terdapat di dalam air susu ibu (ASI) yang akan dikonsumsi oleh balita pada awal pertumbuhan 2 tahun pertama mereka. Anak-anak yang memakan makanan yang terkontaminasi merkuri pada tahun-tahun pertama juga akan terpengaruh. Merkuri mempengaruhi dan merugikan perkembangan otak serta perkembangan system syaraf anak. Merkuri dapat mengurangi kemampuan kognitif dan berpikir, memori, perhatian, penguasaan bahasa, keterampilan motorik halus dan keterampilan ruang visual.
Orang dewasa juga dibahayakan oleh resiko merkuri. Kelompok manusia yang memiliki resiko paling tinggi adalah orang-orang miskin dan yang paling rentan adalah masyarakat yang mendapat asupan protein dari ikan dan makanan yang mengandung merkuri. Para pekerja juga memiliki resiko yang tinggi, terutama penambang emas tradisional dan keluarga mereka. Selain itu merkuri juga membahayakan organisme-organisme yang ada di lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Peran Pemerintah dan Para Pihak
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Kesehatan dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumbawa Barat perlu melakukan penertiban dan pemantauan secara berkesinambungan terhadap aktivitas pengolahan bijih emas yang menggunakan merkuri. Selain itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan kerja terpadu secara terus-menerus dengan materi bahaya merkuri bagi kesehatan dan penatalaksanaan kegiatan penambangan emas tanpa izin, misalnya dengan sosialisasi tentang bahaya penggunaan merkuri, melakukan pertemuan dengan pimpinan masyarakat penambang untuk menyampaikan informasi mengenai teknologi penambangan emas yang ramah lingkungan.
Pemerintah juga perlu membantu para penambang dan memberikan jalan keluar agarpenambangan dapat dilakukan secara ramah lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan penambang sendiri yaitu dengan memberikan subisidi kepada penambang dengan menyediakan lokasi khusus (relokasi) secara terpusat untuk pengolahan bijih, menyediakan tempat penampungan limbah merkuri yang sudah digunakan agar limbah tidak langsung dibuang ke sungai tetapi dapat dicari jalan keluar dengan meningkatkan kembali kemampuan merkuri dalam memisahkan emas sehingga dapat dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahan bijih emas selanjutnya.
Bagi para penambang diharapkan kesadarannya dalam upaya mengurangi dampakbahaya merkuri yaitu dengan lebih memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja dan lingkungan dalam proses penambangan emas dan pengolahan bijih.
Masyarakat diharapkan partisipasinya dalam upaya mengurangi dampak dari pemaparan yang mengakibatkan keracunan merkuri dengan pola hidup bersih dan sehat serta tidak memberikan kesempatan penggunaan lahan sebagai lokasi pengolahan bijih dengan teknik amalgamasi selain pada lokasi yang diizinkan oleh Pemerintah Daerah.
Manakala penertiban dan pengendalian terhadap pertambangan liar dan operasional gelondong tidak bisa dilakukan, maka sesungguhnya kita tengah mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi mendatang. Pertambangan liar dan penggunaan merkuri dalam pengolahan bijih emas yang merusak dan mencemari lingkungan, keduanya merupakan bencana yang mengancam keberadaan ekosistem Lebo Taliwang, masyarakat sekitarnya dan Sumbawa Barat seluruhnya.
DPRD sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam membentuk peraturan daerah diharapkan peka membaca potensi permasalahan dan benih konflik yang akan ditimbulkan sebagai akibat penambangan liar dan pencemaran lingkungan. DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat harus segera menerbitkan peraturan daerah yang mengatur tentang penyelenggaraan pertambangan rakyat dan penggunaan logam berat merkuri sehingga tidak menjadi permasalahan yang mengancam keselamatan lingkungan dan makhluk hidup yang mendiaminya di masa yang akan datang.
Tumbuhan merupakan bagian penting dari kualitas air, juga merupakan keanekaragaman ekosistem air. Tumbuhan air mempunyai peranan penting dalam memelihara integritas danau, kolam, dan sungai bagi ikan, satwa liar, organisme lain, dan kehidupan manusia (Getsinger, Kurt Et al, 2005). Secara spesifik, peranan tumbuhan air antara lain:
·Sebagai habitat dan sumber makanan bagi ikan, ivertebrata, ampibi, dan burung air
·Sebagai makanan untuk satwa liar dan mamalia
·Sebagai medium tempat pemijahan telur berbagai jenis ikan, invertebrata, dan binatang ampibi
·Memproduksi oksigen
·Melindungi sempadan sungai,
·Menstabilisasi temperatur, cahaya dan fungsi ekosystem
·Mendaur ulang nutrien dan memperlambat pengangkutan sedimen.
Keseimbangan alami antara vegetasi dan organisme air lainnya akan terganggu ketika tumbuhan invasif dari bagian dunia atau negeri lainnya masuk ke suatu danau, sungai, atau reservoir, dan menjadi gulma yang mengganggu. Gulma merupakan tumbuhan yang berkembang secara tidak terkendali dan merupakan gangguan bagi hewan atau tumbuhan lain. Gulma merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki keberadaannya di suatu wilayah. Pengelolaan gulma sering diperlukan untuk merestorasi keseimbangan ketika tumbuhan tersebut eksotis/invasif. Spesies tumbuhan gulma dapat meningkat secara dramatis dan menyaingi keanekaragaman vegetasi yang alami dan merubah habitat, aktivitas ikan dan satwa liar lainnya. Keberadaan vegetasi yang invasif bertentangan dengan aktivitas rekreasional seperti pemancingan, berperahu dan berenang; mengurangi nilai kepemilikan tanah, dan tidak cocok dengan kegiatan menikmati keindahan sumberdaya alam perairan. Meskipun vegetasi asli dapat berkembang pada level gangguan tertentu, dalam beberapa keadaan pengelolaan tetap menjadi tindakan yang diperlukan.
Berbagai spesies tumbuhan air selama ini telah menimbulkan masalah yang serius di berbagai negara. Dalam banyak kasus, permasalahan ini terjadi karena pertumbuhan spesies yang pesat dan ketiadaan predator memungkinkannya sebagai pemangsanya. Pertumbuhan populasi gulma yang berlebihan ini dapat menyebabkan beberapa dampak (Getsinger, Kurt Et al, 2005), antara lain:
·Memburuknya habitat ikan dan satwa lanilla;
·Menghilangnya potensi habitat ikan, satwa lainnya serta spesies langka;
·Memburuknya kondisi lahan basah dan kualitas air;
·Menyusutnya nilai area permukaan air untuk aktivitas rekreasi seperti pemancingan dan berperahu;
·Berkurangnya nilai kepemilikan tanah yang bersebelahan dengan habitat air yang memburuk;
·Menghalangi pelayaran komersil;
·Mengganjal pompa, pintu air, industri pertanian dan persediaan air untuk rumah tangga; dan
·Mengurangi kapasitas reservoir.
Atas dasar semua pertimbangan ini , pengendalian dan pengelolaan gulma air yang invasif sangat penting dilakukan. Berdasarkan berbagai pengalaman pemulihan kondisi perairan danau di berbagai negara. Ada 4 (empat) metode yang umum dipakai (Gibbons, et. al, 1994; Angelo, 1998; Getsinger, Kurt Et al, 2005; Peterson dan Lee, 2005), di antaranya:
1.Secara biologis
2.Secara fisik
3.Secara mekanik
4.Secara kimia
Keempat metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan metode yang paling tepat untuk menangani masalah gulma air tersebut disesuaikan dengan jenis gulma, kondisi (fisik, biologi dan kimia) perairan danau, tingkat permasalahan, dan kemampuan pendanaan yang tersedia. Berikut ini akan dipaparkan berbagai metode dan teknik yang pernah dikembangkan di beberapa negara dalam penanganan gulma secara terperinci.
Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan oleh manusia, parasit, predator atau pathogen dalam lingkungan tertentu untuk menekan pertumbuhan beberapa jenis gulma atau hama yang ditargetkan. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan mengurangi populasi gulma air yang invasif guna menurunkan tingkat populasinya yang disesuaikan dengan habitat ikan dan satwa lainnya atau disesuaikan dengan pemanfaatan badan air tersebut misalnya untuk keperluan rekreasi. Oleh karena itu, tujuan pengendalian secara biologis amat sesuai dengan pengelolaan gulma air terpadu, yaitu bukan berwujud eradikasi atau eliminasi total atas area tertentu.
Pengendalian secara biologis merupakan suatu pendekatan jangka panjang untuk menekan pertumbuhan spesies tumbuhan yang berlebihan. Kelemahan penggunaan pengendalian secara biologis adalah hasilnya akan cukup efektif diperoleh setelah beberapa tahun. Metode penekanan jangka panjang seperti ini sangat baik diterapkan pada area dengan prioritas rendah, pada lokasi dimana penggunaan strategi pengendalian yang lain akan mengalami biaya yang sangat mahal atau dilakukan secara bersamaan dengan metode pengendalian yang lain yang dampaknya jangka pendek, misalnya digunakan secara bersamaan dengan metode mekanik atau dipadukan dengan pengendalian secara kimia (Getsinger, Kurt Et al, 2005).
Ada banyak organisme telah dipertimbangkan sebagai agen pengendalian secara biologi, di antaranya triploid steril ikan koan atau sering disebut amur putih (Ctenopharyngodon idella) untuk mengendalikan beberapa jenis ganggang. Pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang, dan Cerospora sp. untuk apu-apu. Di samping pengendalian biologis juga dapat dilakukan terhadap berbagai species-species dengan penggunaan ternak.
Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) sebagai agen pengendali gulma secara biologis
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Pengendalian secara fisik:
a. Pemungutan dengan tangan
Pemungutan gulma air dengan tangan serupa dengan kegiatan penyiangan gulma yang sering dilakukan di kebun atau di sawah yaitu memindahkan seluruh bagian tumbuhan (daun, batang, dan akar) dari danau dan membuangnya ke area lain yang jauh dari sempadan. Di dalam air yang dangkal (kurang dari 1 meter) mungkin tidak diperlukan peralatan khusus, walaupun sejenis sekop, garpu. Pisau atau sabit mungkin diperlukan jika sedimennya berat. Di dalam air lebih dalam, pemungutan dengan tangan paling baik dilengkapi dengan beberapa peralatan selam dan kantong jaring untuk mengumpulkan bagian-bagian potongan gulma. Untuk beberapa lokasi mungkin tidak cocok dengan menggunakan tangan seperti area yang sedimennya dalam karena dapat menyebabkan seseorang tertanam di dalam sedimen.
Pemungutan Gulma Air dengan Tangan
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
b. Pemangkasan
Memangkas berbeda dengan penyiangan gulma dengan tangan. Tidak semua bagian tumbuhan dapat dipindahkan, karena dengan pemangkasan hanya dilakukan terhadap batang dan daun tumbuhan saja, sedangkan akarnya tertinggal di dalam dasar danau atau sedimen.
Memangkas dapat dilakukan tanpa dengan harus masuk ke dalam air, cukup dilakukan di sempadan dengan melemparkan alat pemangkas ke dalam air. Alat pemangkas gulma non-mekanik dapat berupa dua bagian mata pisau tunggal dari bahan baja anti-karat yang tajam berbentuk "V" yang dihubungkan dengan satu tangkai yang diikat dengan tali yang panjang. Alat pemangkas tersebut dapat dibuang hingga 60-100 meter ke dalam air sesuai dengan panjang tali yang terpasang. Alat pemangkas dapat ditarik di dalam air dan memotong seluas 48 inch. Tumbuhan yang terpotong kemudian mengapung ke permukaan dan dapat segera dipindahkan ke darat.
Alat Pemangkas Gulma Air Berbentuk "V"
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
c. Menggaruk
Penggaruk yang kokoh menjadi alat yang berguna untuk pemindahan gulma air. Dengan memasang tali pada penggaruk dapat memindahkan gulma pada areal yang lebih luas.Menggaruk tumbuhan dari sedimen, mematahkan beberapa bagian tumbuhan air termasuk juga bagian akarnya. Penggaruk dilengkapi dengan pelampung agar bagian-bagian tumbuhan dapat lebih mudah dikumpulkan.
Kegiatan Pemungutan Gulma Air dengan Alat Penggaruk (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
d. Layar Penutup Dasar Sedimen
Layar dasar atau penghalang bentik dapat digunakan menutupi sedimen sebagai selimut yang memampatkan tumbuhan air dan mengurangi/menghalangi cahaya matahari sampai ke dasar sedimen. Layar dasar dapat mengendalikan kebanyakan gulma air, namun demikian, untuk jenis gulma yang terapung bebas seperti ganggang Hydrilla tidak akan dapat dikendalikan oleh layar dasar.
Material seperti burlap, plastik, mylar hitam, dan tenun sintetis dapat digunakan sebagai layar dasar. Bahan yang ideal dijadikan sebagai layar dasar harus berasal dari bahan yang tahan lama dan massanya lebih berat dibanding air, dapat mengurangi atau menghalangi cahaya sehingga mampu mencegah tumbuhan berkembang, serta mudah dipasang dan dirawat.
Pemasangan Alas Dasar Penutup Sedimen
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Agar layar dasar aman dan tidak terangkat ke permukaan atau melayang di perairan, sangat penting dipasangkan jangkar meskipun layer dasar tersebut berasal dari jenis bahan yang paling menyerap air. Jangkar yang terpasang harus mampu secara efektif memelihara layar dasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan secara teratur. Bahan alami seperti batu atau karung berisi pasir lebih baik dijadikan sebagai jangkar.
e. Pengurasan air
Ganggang kadang-kadang dapat secara efektif dikendalikan ketika badan air dikeringkan dengan pelepasan air melalui struktur pengendali level permukaan air (bendungan atau tanggul) atau dengan pemompaan. Efektivitas pengendalian ganggang ditentukan oleh beberapa faktor yang mencakup jumlah dalam badan air, jangka waktu pengeluaran, keberadaan mata air, dan cuaca pada saat pengurasan.
Keberhasilan pengurasan dalam mengendalikan ganggang sangat bervariasi dari danau ke danau dan dari tahun ke tahun di dalam badan air yang sama.
Pengendalian Secara Mekanis
Prosedur pengendalian secara mekanik telah digunakan secara luas dalam upaya pengendalian gulma air, terutama untuk jenis gulma yang eksotis dan invasif.
Beberapa perusahaan komersil telah mengembangkan peralatan tangan yang tanpa mesin maupun bermesin yang dirancang secara khusus untuk menghilangkan gulma air yang tenggelam (submersed weeds). Metode mekanis dan phisik dapat sukses, tetapi beberapa isu harus dipertimbangkan ketika menyusun perencanaan program pengendalian dengan peralatan tersebut.
Banyak gulma air yang tenggelam (submersed weeds) tersebar melalui fragmentasi. Sangat penting untuk diiingat bahwa memindahkan gulma air bisa jadi dapat meningkatkan erosi pada garis pantai danau, karena akar tanaman tidak tersedia untuk menstabilkan sedimen dan mendiamkan riak gelombang. Dalam beberapa situasi, untuk mencegah masalah ini, vegetasi asli harus diremajakan sebagai pengganti gulma yang dihilangkan. Hal ini akan membantu menstabilkan garis sempadan, dan dapat menghalangi pertumbuhan kembali berbagai jenis gulma eksotis.
a. Mesin Pemanen dan Pemotong
Mesin pemanen adalah mesin besar yang memotong dan mengumpulkan gulma air. Tumbuhan yang terpotong dipindahkan dari air oleh sistem konveyor dan menyimpannya pada mesin pemanen sampai di tempat pembuangan. Sebuah tongkang disiapkan pada lokasi yang berdekatan dengan lokasi pemanenan sebagai tempat penyimpanan gulma sementara atau disimpan dalam mesin pemanen gulma yang telah dipotong ke pantai. Peralatan stasiun pantai pada umumnya merupakan konveyor pantai yang dihubungkan dengan mesin pemanen dan mengangkat gulma yang telah dipotong ke tempat sampah. Gulma yang telah dipanen dibuang ke TPA (landfills), selanjutnya diolah dan digunakan sebagai pupuk kompos.
Mesin Pemanen dan Pemotong Gulma
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
b. Rotovasi
Rotovasi adalah pengendalian gulma secara massif dengan menggunakan mesin rotovator yaitu mesin bertungkai yang dilengkapi dengan tongkang yang menjulang sekitar 8-10 inci, lebih rendah dari kepala tungkai yang bisa masuk ke dalam sedimen yang biasa digunakan untuk memburu akar. Proses mekanis yang dihasilkan oleh tungkai dengan pisau yang tajam dapat memburu akar dari sedimen dan akar yang guncang secara masif akan mengapung ke permukaan air.
Rotovasi sering digunakan pada dua musim pengendalian secara penuh. Berbeda dengan mesin pemanen (hervester), rotovator tidak mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan gulma.
Rotovasi merupakan cara mekanis untuk menghilangkan gulma jenis ganggang untuk menyediakan areal perairan terbuka bagi kegiatan rekreasi dan navigasi. Badan air yang cocok untuk dilakukan rotovasi termasuk danau atau sungai yang luas dengan sebaran gulma yang cukup luas, baik digunakan untuk populasi ganggang air yang mana eradikasi tidak dapat dijadikan pilihan.
Sejak awal program rotovasi diterapkan menelan biaya yang sangat mahal, dilakukan pada populasi danau yang luas atau didorong oleh pemerintah daerah untuk membagi biaya-biaya yang krusial. Karena biaya yang dibutuhkan sangat mahal, dan membutuhkan berbagai perizinan, rotovasi tidak menjadi kegiatan pengendalian yang menyebar luas di Washington atau wilayah lain di Amerika.
Rotovasi tidak direkomendasikan dilakukan di badan air yang baru ditumbuhi ganggang karena dapat menciptakan fragmentasi dan meningkatkan sebaran ganggang di sepanjang badan air. Sebab rotovasi dan kekeruhan berdampak bagi keseluruhan badan air, haruslah dilakukan sesuai dengan rencana pengendalian gulma air secara terpadu.
Rotovator (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Faktor yang dipertimbangkan manakala mendisain penggunaan metode rotovasi meliputi:
·Permukaan area badan air (lebar dan kedalamannya);
·Luas areal yang ditumbuhi gulma;
·Kontur dasar dan keliling dasar seperti tunggul, batu karang, dan bekas peninggalan lain;
·Pola lalu lintas perairan,
·Arah angin;
·Lokasi peluncuran rotovator dan pemilihan lokasi;
·Tipe sedimen;
·Pengembangan sempadan; dan
·Areal yang sensitif (habitat yang kritis).
c. Kapal Keruk dan Penyelam
Pengerukan oleh penyelam merupakan metode pengerukan dengan menggunakan peralatan selam berupa pipa karet yang terkait dengan kapal keruk kecil untuk menghisap material tumbuhan dari sedimen. Tujuan pengerukan oleh penyelam adalah untuk memindahkan semua bagian tumbuhan termasuk akarnya dari dalam air ke tempat lain. Operator yang baik dapat memindahkan tumbuhan tertentu secara selektif dan akurat, seperti ganggang, sedangkan jenis tumbuhan asli tidak disentuh. Pengisapan material tumbuhan dan sedimen dengan pompa pipa karet ke permukaan yang kemudian disimpan ke dalam keranjang jaring.
Pemanduan Selang Pipa Kapal Keruk
oleh Penyelam (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Air dan sedimen dikembalikan lagi ke air dan material tumbuhannya disimpan atau dapat diolah menjadi pupuk kompos. Tumbuhan diletakkan di pantai. Penyelam Pengerukan akan lebih efektif jika sedimen lebih lembut karena gampang dipindahkan secara keseluruhan tumbuhan, walaupun kekeruhan airnya meningkat pada sedimen lebih lembut. Pada sedimen lebih keras memerlukan penggunaan alat atau pisau untuk membantu membongkar perakaran dari sedimen. Di dalam sedimen yang sangat keras, tumbuhan ganggang cenderung patah dan meninggalkan akarnya sehingga seringkali tidak sesuai dengan tujuan pengerukan oleh penyelam.
d. Mesin Pemangkas
Mesin pemangkas gulma mampu memangkas tumbuhan air beberapa meter di bawah permukaan. Mesin ini berbeda dengan mesin pemanen, dengan menggunakan alat ini, tumbuhan yang dipangkas tidak dikumpulkan selagi mesin bekerja.
Ada 2 tipe pemangkas gulma bawah air komersial yang tersedia di pasar, yaitu:
·Unit perahu portable pemangkas
·Mesin pemangkas khusus bawah air
Kegiatan pemangkasan biasanya dilakukan selama musim panas selagi tumbuhan berada di dekat permukaan air.
Perahu portable yang dilengkap mesin pemangkas
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Mesin Pemangkas khusus bawah air
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Memangkas menghasilkan tumbuhan yang mengapung dan fragmen. Adalah penting untuk memindahkan semua bagian tumbuhan dan fragmen dari air untuk mencegahnya tumbuh kembali atau mengapung ke arah sempadan. Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan alat penggaruk gulma. Karena itu, jaring khusus perlu dirancang untuk digunakan bila menggunakan mesin pemangkas bawah air ini. Waktu pembersihan gulma yang tepat amat tergantung pada kepadatan, jenis tumbuhan dan luasan area yang akan dipangkas. Ada beberapa keuntungan menggunakan mesin pemangkas ini, antara lain:
·Dengan menggunakan mesin pemangkas dapat menciptakan area perairan terbuka secara cepat.
·Mesin pemangkas dapat dipakai di dalam air yang tidak dapat dilakukan oleh mesin pemanen lain yang berukuran lebih besar.
·Habitat ikan dan organisme lain dapat dipertahankan bila tumbuhan tidak dipangkas terlalu pendek.
·Harga mesin pemangkas ini pada hakekatnya lebih murah dibandingkan dengan mesin pemanen.
Kerugian menggunakan mesin ini antara lain bahwa kegiatan memangkas mirip dengan kegiatan menyiangi tumbuhan dan akan memungkinkan tumbuhan tumbuh kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa kali pemangkasan sepanjang musim. Beberapa spesies tumbuhan air sukar dipangkas dengan mesin ini, selain itu, memangkas dengan mesin ini dapat menciptakan fragmen tumbuhan yang dapat menyebarkan tumbuhan invasif seperti ganggang. Fragmen ini kemudian mengapung ke sempadan danau dan mengalami dekomposasi.
Pengendalian Secara kimia
Penggunaan bahan-kimia yang dikenal sebagai herbisida dalam pengendalian spesies tumbuhan gulma hadir sebagai salah satu pilihan yang efektif dan telah digunakan secara luas. Pengendalian gulma air yang invasif dengan herbisida sering menjadi tahapan pertama jangka panjang dalam program pengendalian gulma secara terpadu. Dalam 15-20 tahun terakhir peninjauan kembali label registrasi herbisida dan penggunaannya di lapangan telah mengalami perubahan yang signifikan dalam rangka mengakomodasi keselamatan, kesehatan, dan kepedulian lingkungan (Getsinger, Kurt Et al, 2005).
Herbisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan kematian atau sangat menekan pertumbuhan. Campuran ini mengandung bahan aktif yang dipadukan ke dalam berbagai formula herbisida komersial. Herbisida merupakan komponen penting dalam rencana dan praktek pengelolaan gulma terpadu dan karena sangat efektif, terpercaya, selektif terhadap spesies tertentu, hemat biaya, dan mudah digunakan. Penerapannya dalam formula tertentu dengan berbagai peralatan, mulai dari penggunaan pesawat udara sampai dengan semprotan tangan (Lembi, 2003).
Namun demikian, penggunaannya dalam pengendalian gulma danau harus dilakukan dengan memperhitungkan segala kemungkinan terutama menyangkut bahaya dan efek negatif yang ditimbulkannya.
Penyemperotan Herbisida
untuk Membasmi Gulma Air (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Herbisida untuk tumbuhan air disemprotkan secara langsung ke bagian tumbuhan air (baik yang floating maupun emerged) atau diaplikasikan ke air dalam bentuk cairan atau butiran (granular). Menurut cara kerjanya hebisida digolongkan ke dalam 2 kelompok yaitu sistemik dan kontak. Herbisida sistemik mampu membunuh seluruh bagian tumbuhan, sedangkan herbisida kontak hanya menyebabkan bagian-bagian tumbuhan yang terkena herbisida mengalami kematian sedangkan bagian lainnya bisa tumbuh kembali. Sedangkan menurut target jenis tanaman yang mampu dibasmi herbisida dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu herbisida non-selektif dan selektif. Herbisida non-selektif mempunyai spektrum pengaruh yang luas terhadap semua jenis tumbuhan yang terkontaminasi dengannya. Sedangkan herbisida selektif hanya akan berpengaruh terhadap beberapa jenis tumbuhan (biasanya dikotil berdaun lebar seperti ganggang Eurasian watermilfoil (Myriophyllum spicatum) akan efektif dengan herbisida selektif sedangkan monokotil seperti Brazilian elodea (Egeria densa) bisa jadi tidak efektif). Kebanyakan tumbuhan air merupakan jenis monokotil.
Pengetahuan penggunaan herbisida penting sebagai pegangan dalam menjaga keselamatan baik pengguna herbisida maupun lingkungan sekitarnya. Di samping itu pengetahuan yang baik tentang herbisida dapat meningkatkan efektifitas kerja. Ada beberapa hal penting yang akan diperhatikan di antaranya cara memilih, menyimpan, dan menggunakan herbisida.
Untuk memilih herbisida yang tepat kita perlu mengetahui jenis tanaman yang pasti, karena formulasi herbisida hanya efektif terhadap jenis tumbuhan tertentu. Pada kemasan herbisida terdapat label yang berisikan informasi jenis-jenis tumbuhan yang dapat dikendalikan cara menggunakan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh herbisida tersebut.
Pada setiap kemasan herbisida biasanya dicantumkan nama bahan aktifnya serta dosis yang digunakan untuk setiap liter campuran air. Untuk alasan keamanan, hanya herbisida yang telah terdaftar resmi yang penggunaannya direkomendasikan, karena herbisida tersebut telah diuji kemampuan dan telah diketahui bahaya yang ditimbulkan.
Ada beberapa jenis herbisida yang sering digunakan dalam memberantas gulm air di antaranya fluridone, 2,4-D, glyphosate, endothall dan senyawa tembaga.
Fluridone adalah suatu herbisida sistemik yang membunuh keseluruhan tumbuhan dan biasanya tidak selektif sejak tumbuhan yang paling submersed akan dimatikan terpengaruh olehnya. Fluridone menghalangi pembentukan karoten (pigmen) di pertumbuhan tumbuhan. Jika karoten tidak ada, klorofil dikurangi oleh cahaya matahari. Sebab ini merupakan proses yang lambat dan tumbuhan dapat “timbul” jika fluridone dipindahkan, waktu kontak antara bahan kimia dan tumbuhan memerlukan waktu perawatan berminggu-minggu.
Fluridone cair telah digunakan secara luas dalam proyek pemberantasan ganggang danau. Formula baru dalam bentuk butiran granular juga tersedia, dan kini sedang digunakan untuk perlakuan danau secara utuh. Premis untuk menggunakan fluridone sebagai bahan pemberantasan ganggang adalah bahwa ganggang jarang menghasilkan benih yang sehat. Ini berarti bahwa menghentikan perkembangan tumbuh-tumbuhan dan mencegah penyebarannya melalui fragmentasi akan cukup efektif dalam memberantasnya. Ganggang sangat peka dengan fluridone dan secara teoritis mungkin memberantas 100 persen. Jika semua tumbuhan ganggang dibunuh dengan fluridone sebagai satu-satunya cara ganggang itu dapat tumbuh lagi di danau ada perkecambahan dari benih. Namun perkecambahan melalui benih jarang terjadi.
Danau yang cocok diberatas dengan fluridone adalah danau yang ditumbuhi oleh ganggang yang sangat parah. Fluridone tidak cocok digunakan pada zona litoral atau pada area yang ditumbuhi ganggang secara berkelompok-kelompok kecil (lokasi kurang dari 5 are dalam badan air yang lebih besar) karena sulit untuk memastikan kecukupan waktu kontak antara tumbuhan dan herbisida yang akan dibasmi tersebut. Meskipun demikian, formula granular sedang mulai diujicoba efektifitasnya untuk area yang lebih kecil. Jika pembasmian ganggang dibatasi penggunaannya pada zona litoral, mungkin herbisida jenis 2,4-D atau triclopyr yang lebih efektif.
2,4-D merupakan bahan aktif herbisida yang bekerja relatif cepat dalam membasmi keseluruhan bagian tumbuhan (herbisida sistemik). Herbisida ini dianggap sebagai selektif untuk tumbuhan berdaun lebar jenis dikotil. Kabanyakan tumbuhan yang lain adalah monokotil (seperti rumput) dan tidak efektif dibasmi dengan 2,4-D.
Penggunaan fluridone telah sukses diterapkan dalam pengendalian ganggang di Danau Washington, namun tidak berarti dapat menjamin keberhasilan pengendalian ganggang dengan fluridone ini pada danau-danau yang lain. Masing-Masing lokasi mempunyai perbedaan karena banyak faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Penggunaan fluridone pada suatu lokasi danau tertentu perlu mempertimbangkan faktor lingkungan.
Fluridone merupakan herbisida yang tidak selektif. Semua jenis tumbuhan mulai dari yang tumbuh di bagian paling dasar (submersed weeds) maupun yang mengapung (floating weeds) dapat dibasmi dengan aplikasi fluridone. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang diharapkan, fluridone harus diterapkan secara tepat dengan menggunakan tenaga ahli. Sebab cukup rumit menjaga kontak jangka panjang antara fluridone dan tumbuhan yang ditargetkan, merancang suatu rencana perlakuan dan konsentrasi pemantauan dari waktu ke waktu merupakan bagian penting pada masing-masing pengendalian gulma dengan fluridone.
Glyphosat merupakan herbisida sistemik yang berspektrum luas yang biasanya digunakan untuk mengendalikan tumbuhan yang berdaun mengapung seperti teratai. Biasanya diaplikasikan dengan air dan disemprotkan ke daun tanaman. Glyphosat tidak bekerja di bawah permukaan air sehingga tidak cocok untuk membasmi ganggang seperti ganggang Eurasian watermilfoil. Oleh sebab glyphosate merupakan herbisida spektrum luas dan non-selektif, maka penggunaannya perlu sangat hati-hati dan hasil yang baik tergantung pada pemakainya yang harus selektif mengarahkan semprotan hanya pada tumbuhan yang ditargetkan untuk dimusnahkan. Membutuhkan waktu berminggu-minggu bagi tanaman untuk mati sehingga pengulangan pengaplikasian perlu dilakukan sesering mungkin untuk membasmi tumbuhan yang luput dari penyemprotan pertama kali.
Endothall (bahan aktif) adalah herbisida kontak yang bisa bekerja secara cepat. Endothall mematikan bagian atas tanaman dan tidak mampu membasmi bagian akar yang tertanam dalam sedimen. Sampai saat ini endothall dipercaya dapat menghambat proses biokimia tanaman pada tingkatan sel.
Penggunaan endothall dengan tingkat rendah akan membasmi gulma eksotis seperti ganggang, dan membiarkan tumbuhan asli memulihkan diri. Penggunaan endothall bukanlah untuk eradikasi/pemberantasan, mungkin saja bermanfaat dalam pemeliharaan pada tingkat yang dapat diterima ganggang di dalam danau pada waktu tertentu di zona litoral dengan konsentrasi endothall yang rendah.
Berbagai metode dan teknik pengendalian gulma air yang telah dipaparkan dalam bagian ini mulai dari pengendalian secara biologi, fisik, mekanis dan kimia.
Dalam rangka pengendalian eutrofikasi gulma di perairan Lebo Taliwang, tentu saja masing-masing metode dan teknik tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Sehingga pemilihan dan penentuan metode dan teknik pengendalian harus disesuaikan dengan berbagai pertimbangan sebagaimana telah disampaikan terdahulu.
Penggunaan metode dan teknik kimia dalam pengendalian permasalahan eutrofikasi misalnya, tentu bukanlah satu-satunya pilihan yang dianjurkan. Ada pilihan-pilihan lain yang lebih aman dan semestinya lebih diutamakan, karena pengendalian secara kimia mempunyai dampak yang berspektrum luas. Tentu ini akan menjadi amat bertentangan dengan misi konservasi lingkungan, jika pengendalian secara kimia ini kemudian mengakibatkan kerusakan ekosistem biotik seperti hilangnya habitat berbagai fauna yang justru merupakan daya tarik yang dimiliki Lebo Taliwang.