Gotong-Royong

<< Selamat atas Pelantikan Muhammad Rizal sebagai Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat 2020-2024>>
Tampilkan postingan dengan label Keanekaragaman_Hayati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keanekaragaman_Hayati. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Agustus 2016

Potensi Pengembangan Floating Agriculture System di Lebo Taliwang



Awal tahun 2016 lalu Badan Ketahanan Pangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) Sumbawa Barat merilis data bahwa 79% sayuran yang beredar di Kabupaten Sumbawa Barat masih didatangkan dari luar daerah. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui BKP5K tengah berupaya mengurangi pasokan sayuran dari luar daerah dengan meningkatkan produksi di dalam daerah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengembangan demfarm dan demplot hortikultura di berbagai kecamatan.
Terkait dengan rendahnya produksi sayuran ini, ada beberapa factor pembatasnya terutama yang terkait dengan iklim khususnya ketersediaan air dan tentu saja etos kerja petani.
Air adalah faktor yang lebih penting dalam produksi tanaman dibandingakan dengan faktor lingkungan lainnya. Tanaman memperoleh persediaan air dari akar, itu sebabnya pemeliharaan kelembaban tanah merupakan faktor yang penting dalam pertanian.
Air berfungsi untuk melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Jenis tumbuhan di suatu wilayah sangat berpengaruh pada banyaknya curah hujan di wilayah tersebut. Tumbuhan di daerah yang kurang curah hujannya keanekaragaman tumbuhannya kurang dibandingkan dengan tumbuhan di daerah yang banyak curah hujannya.
Curah hujan memegang peranan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60%.
Sementara itu, kondisi iklim ini terutama ketersediaan air kemudian mempengaruhi semangat (etos) kerja petani untuk mengembangkan aktivitas budidaya pertanian. Kebanyakan petani tidak mau mengelola lahan pertaninannya karena kesulitan air. Karena itu, budidaya sayuran di daerah yang relatif kering seperti di Sumbawa Barat menjadi kurang berkembang.
Keberadaan Danau Lebo Taliwang sebenarnya merupakan berkah yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian khususnya hortikultura sayuran tersebut karena Lebo Taliwang menjanjikan potensi untuk pengembangan hortikultura dengan sistem budidaya pertanian terapung (Floating Agriculture System). Terutama bagi petani yang mempunyai keterbatasan lahan maupun mereka yang rendah etos kerjanya, penerapan teknologi pertanian terapung sangat cocok untuk menjawab permasalahan.
Sistem pertanian terapung merupakan cara memanfaatkan daerah yang terendam air untuk jangka waktu yang lama seperti Lebo Taliwang untuk produksi pangan karena pendekatan ini cocok dilakukan pada perairan dengan vegetasi tumbuhan air yang mudah melapuk. Sisa pelapukan tanaman air ini bermanfaat sebagai kompos untuk pertumbuhan tanaman.
Air Danau Lebo Taliwang yang saat ini tengah mengalami eutrofikasi mengandung berbagai jenis unsur hara yang kaya yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pertanian terapung ini layaknya ranjang yang mengapung di atas permukaan air, sehingga menciptakan lahan yang cocok untuk pertanian dalam wilayah yang tergenang air. Secara ilmiah, pertanian terapung dapat disebut sebagai hidroponik atau aquaponik.
Pendekatan ini telah diuji coba sejak tahun awal tahun 2000-an hingga saat ini seperti pada danau-danau di Bangladesh, Nicaragua, Peru, Bolivia dan Costa Rica pada lahan pertanian tergenang untuk waktu yang lama selama musim hujan. Praktek ini mirip dengan pertanian hidroponik dimana tanaman dapat tumbuh di atas ranjang air yang dihamparkan di atas permukaan air yang dipenuhi eceng gondok, ganggang atau sisa tanaman lainnya.
Sebagai contoh pertanian terapung yang khas di Bangladesh melibatkan lapisan eceng gondok, jerami atau jerami padi yang mengambang kemudian ditambahkan lapisan atasnya dengan  ganggang air atau semanggi yang cepat membusuk untuk membuat pupuk yang baik. Struktur rakit apung diperkuat dengan bambu, sementara tiang bambu yang digunakan untuk memperbaikinya dalam posisi untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh aksi gelombang atau arus air danau.

Sistem lain yang kemudian berkembang adalah dengan alat dan bahan yang agak modern seperti pembuatan rakit apung dengan bahan styrofoam atau spon. Sebuah lembaran styrofoam atau spon dilubangi sebagai tempat untuk meletakkan pot wadah untuk media tanam.
Ukuran lubang pada styrofoam atau spon disesuaikan dengan ukuran diameter pot. Media tanam berupa arang sekam kemudian diletakkan di dalam pot. Benih atau bibit kemudian diletakkan pada media tanam. Cara ini tentu cocok untuk tanaman sayuran berumur pendek seperti kangkung, sawi, bayam, selada, tomat dan sebagainya.
Lembaran styrofoam atau spon yang telah lengkap dengan pot, media tanam dan benih/bibit tanaman diletakkan mengapung di atas permukaan air. Selanjutnya tanaman akan tumbuh dan perakarannya akan mengjangkau air danau yang berada di bagian bawah styrofoam atau spon. Air danau yang kaya akan unsur hara sebagai akibat dari kegiatan pertanian, pelapukan tumbuhan air dan limbah domistik yang mengalir masuk ke Danau Lebo Taliwang menyediakan pupuk cair alami yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pertanian.
Teknologi yang Efisien Biaya, Waktu dan Tenaga
Praktek ini membantu mengurangi hilangnya tanah oleh paparan banjir dan memungkinkan budidaya secara berkelanjutan. Dengan cara ini, dapat meningkat pendapatan masyarakat. Selain itu, budidaya apung lebih produktif  hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan pertanian tradisional di atas tanah. Pertanian terapung juga efisien karena tidak memerlukan asupan pupuk kimia maupun pupuk kandang. Keuntungan lainnya adalah petani tidak perlu mengeluarkan biaya atau waktu untuk menyiram tanaman.
Praktek pertanian apung juga membantu menambah penghasilan masyarakat lokal dan memberikan kontribusi untuk pengentasan kemiskinan. Hal ini juga memberikan keamanan pangan yang lebih besar dengan meningkatkan output tanah dan meningkatkan  kapasitas masyarakat miskin yang tidak mempunyai lahan. Karena sistem ini cukup padat karya, juga memiliki kapasitas untuk menyediakan kesempatan kerja dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan dapat menerapkan pertanian terapung ini sehingga hal ini dapat mengarah pada peningkatan kesetaraan gender.
Meskipun demikian, sebagai kelemahannya mungkin terkait dengan transportasi hasil pertanian dan mobilisasi alat dan bahan yang akan digunakan dalam melakukan budidaya. Masyarakat masih belum terbiasa dengan kegiatan ini sehingga memerlukan waktu untuk ujicoba dan diseminasi teknologi kepada masyarakat.
Peluang untuk Diterapkan
Pertanian terapung dapat dilakukan tanpa klaim kepemilikan tanah dan dapat memberikan kontribusi dalam mempertahankan lahan basah yang sehat, yang memiliki fungsi pertahanan sempadan dan juga mendukung berbagai keberlanjutan keanekaragaman hayati.
Spesies air yang invasif yang selama ini menjadi salah satu faktor yang mengurangi keanekaragaman hayati, dapat digunakan dalam pertanian terapung. Pembersihan saluran air untuk mengumpulkan gulma air yang invasif  dapat bermanfaat bagi kesehatan ekosistem lahan basah dan berkontribusi terhadap upaya mempertahankan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Pertanian terapung ini merupakan pilihan yang ramah lingkungan untuk meningkatkan ketersediaan lahan pertanian. Dengan demikian, praktek ini dapat berkelanjutan dan menguntungkan bagi daerah, membantu untuk menambah pendapatan masyarakat dan meningkatkan ketahanan pangan. Dengan adanya penerapan pertanian terapung di Danau Lebo Taliwang, maka produksi pertanian khususnya sayuran di dalam daerah dapat ditingkatkan.

Minggu, 24 Juli 2016

Lebo Taliwang, Obyek Wisata Masa Depan



Danau Rawa Taliwang atau yang dalam bahasa setempat lebih akrab disebut dengan  Lebo  Taliwang merupakan salah lahan basah daratan terluas di Provinsi Nusa Tenggara Barat.  Lebo   Taliwang mempunyai manfaat ekonomi dan fungsi ekologi yang penting bagi kehidupan masyarakat sekitar dan ekosistem yang ada  di dalamnya.
Sebagai perairan yang mempunyai keanekaragaman jenis ikan,  Lebo Taliwang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif masyarakat sekitarnya. Mereka menangkap ikan dengan teknologi yang sederhana menggunakan jaring, pancing, bubu, tombak, jala, lembing dan seser untuk dijual dan sebagian untuk dikonsumsi sendiri.
Manfaat lain atas keanekaragaman hayati yang dimiliki ekosistem  Lebo  Taliwang adalah pemanfaatan beberapa bagian teratai sebagai salah satu pangan alternatif. Rimpang teratai biasa diolah menjadi bubur, sedangkan biji yang terdapat di dalam buah teratai telah biasa dikonsumsi masyarakat sebagai camilan dan dewasa ini telah diketahui mengandung  berbagai khasiat secara medis untuk mengobati berbagai penyakit.
Lebo  Taliwang juga merupakan tempat rekreasi yang mengasyikkan. Banyak pengunjung yang datang ke  Lebo  Taliwang untuk menikmati pemandangan alam. Panorama danau yang ditumbuhi berbagai spesies flora terutama keindahan teratai Lebo yang endemic, tumbuh melintang  utara selatan memberikan suasana sejuk tersendiri di benak pengunjung. Selain itu, masyarakat yang berkunjung ke  Lebo Taliwang juga dapat menikmati sensasi olahraga pemancingan yang eksotik. Potensi ini pun telah dikembangkan sebagai salah satu usaha masyarakat sekitar seperti penyewaan sampan dan peralatan pemancingan bagi pengunjung Lebo Taliwang. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat pun telah membangun beberapa prasarana pariwisata di salah satu bagian Lebo.
Popularitas  Lebo Taliwang sebagai sumber air, juga telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengembangkan usaha air isi ulang dan air minum dalam kemasan.
Berbagai ragam kekayaan hayati baik jenis flora maupun fauna yang dimiliki  Lebo Taliwang merupakan aset bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Manfaat lain dari keberadaan  Lebo Taliwang adalah sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.  Lebo Taliwang mempunyai fungsi hidrologis sebagai tempat penampungan air.
Pada waktu musim hujan  Lebo Taliwang dapat menyimpan kelebihan air yang berasal dari air hujan maupun sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan demikian  Lebo Taliwang berfungsi sebagai pengendali banjir sekaligus mempertahankan persediaan air pada musim kemarau  yang mampu menjamin keseimbangan dan ketersediaan air permukaan dan air tanah, serta menjaga kelembaban udara sekitarnya.

Peluang Pemanfaatan
Pada Tahun 1999, Menteri Kehutanan telah menetapkan Lebo Taliwang sebagai salah satu kawasan  pelestarian  alam. Melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 418/Kpts-II/1999 pada 15 juni 1999  pemerintah telah menetapkan  Danau Rawa Taliwang (Lebo  Taliwang) sebagai Kawasan Lindung Nasional dengan luas 1.406 hektar yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 598/Menhut-II/2009 tanggal 2 Oktober 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan tersebut kawasan  Lebo Taliwang ditetapkan seluas 819,20 hektar. Sebelumnya,  Lebo  Taliwang juga telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.11/Menhut-II/2007 sebagai Taman Wisata Alam (TWA) dalam bagian wilayah Rayon II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber  Daya Alam Hayati  dan  ekosistemnya disebutkan bahwa taman  wisata  alam  adalah  kawasan  pelestarian  alam  yang  terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Sebagai kawasan  pelestarian  alam, Lebo Taliwang mempunyai  fungsi  perlindungan  sistem  penyangga kehidupan,  pengawetan  keanekaragaman  jenis  tumbuhan  dan  satwa,  serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dengan demikian, di dalam kawasan Lebo Taliwang dapat dilakukan  kegiatan  untuk  kepentingan  penelitian,  ilmu  pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Kegiatan-kegiatan tersebut boleh diselenggarakan sepanjang tidak mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam bahwa pengusahaan pariwisata alam ini dapat dilakukan di dalam taman wisata alam yang meliputi kegiatan mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan.
Dalam pemanfaatan taman wisata alam seperti Lebo Taliwang ini, ada 2 kategori usaha pariwisata alam yang dapat dilakukan yaitu usaha penyediaan jasa wisata alam dan penyediaan sarana wisata alam.
Usaha penyediaan jasa wisata alam seperti jasa informasi pariwisata, pramuwisata, transportasi,  perjalanan wisata, cinderamata dan makanan dan minuman (kuliner). Sedangkan usaha penyediaan sarana wisata alam berupa wisata tirta, akomodasi dan sarana wisata petualangan.
Tentu saja pengusahaan pariwisata alam di dalam taman wisata alam seperti Lebo Taliwang ini hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin pengusahaan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan.
Permohonan izin pengusahaan dapat diajukan baik oleh perorangan, badan hokum maupun koperasi. Untuk permohonan izin pengusahaan yang diajukan oleh perorangan hanya diberikan untuk izin usaha penyediaan jasa wisata alam. Sedangkan permohonan izin pengusahaan yang diajukan oleh badan usaha dan koperasi dapat diberikan untuk izin usaha penyediaan jasa wisata alam maupun izin usaha penyediaan sarana wisata alam.
Izin usaha penyediaan jasa wisata alam diberikan oleh Menteri Kehutanan untuk jangka waktu 2 tahun bagi pemohon perorangan namun dapat diperpanjang diperpanjang kembali. Sedangkan bagi badan hokum dan koperasi izin usaha dapat diberikan untuk masa 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan setelah itu dapat diperpanjang kembali.
Adapun permohonan izin usaha penyediaan sarana wisata alam diajukan kepada Menteri dilampirkan dengan berbagai persyaratan untuk mendapatkan persetujuan prinsip usaha penyediaan sarana wisata alam.
Izin usaha penyediaan sarana wisata alam ini diberikan oleh Menteri untuk jangka waktu 55 (lima puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang kembali berdasarkan hasil evaluasi terhadap izin usaha.
Beranjak dari regulasi pada sektor kehutanan yang ada, maka peluang pemanfaatan Lebo Taliwang untuk kegiatan usaha jasa dan penyediaan sarana wisata terbuka lebar.
Untuk itu, tantangan yang ada saat ini hanya terkait dengan penetapan blok yang kewenangannnya di tangan pemerintah pusat sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Rakyat dan Taman Wisata Alam.
Dengan adanya penetapan blok, maka tersedia kejelasan tentang pembagian blok untuk kepentingan  perlindungan, pemanfaatan dan lainnya. Penetapan blok akan memberikan kepastian tentang blok yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat Sumbawa Barat untuk pengembangan kegiatan pariwisata dan rekreasi alam.

Wonderful Indonesia dan Visit Lombok Sumbawa
Peluang lain yang dapat memberikan menunjang pengembangan pariwisata Lebo Taliwang adalah ajang  promosi dengan branding Pesona Indonesia (Wonderful Indonesia) secara nasional maupun visit Lombok Sumbawa di tingkat regional. Setidaknya, melalui program promosi ini, ke depan Lebo Taliwang dapat menjadi salah satu destinasi wisata yang dapat ditawarkan Sumbawa Barat maupun Provinsi Nusa Tenggara Barat kepada para wisatawan baik asing maupun domistik.

Perkembangan Teknologi Informasi
Seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kebutuhan untuk berlibur juga semakin meningkat sehingga masyarakat memerlukan informasi tentang tujuan wisata, obyek wisata lengkap dengan informasi sarana yang tersedia seperti transportasi, produk wisata dan sebagainya,
Perkembangan teknologi informasi dewasa ini memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal termasuk tempat-tempat yang menarik dikunjungi untuk berlibur. Kondisi ini memberikan peluang bagi pengembangan pariwisata Lebo Taliwang. Berbagai sarana penyebaran informasi dapat dimanfaat untuk mempromosikan Lebo Taliwang sebagai destinasi wisata. Sebut saja jaringan internet yang menyediakan beragam kemudahan dalam menyebarkan dan mengakses informasi wisata.
Dengan berkembangnya perekonomian, kemampuan masyarakat untuk memiliki sarana komunikasi dan informasi juga meningkat. Hasil survey Biro Pusat Statistik pada Tahun 2014 menunjukkan bahwa 92,61% rumah tangga di perkotaan Indonesia memiliki telepon seluler, dan di pedesaan mencapai 81,33%. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia telah menempatkan komunikasi dan informasi sebagai kebutuhan yang penting dipenuhi. Sementara itu, sebagaimana dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi bahwa berdasarkan hasil riset yang dilakukan lembaga digital marketing Emarketer, pada Tahun 2015 lalu pengguna telepon seluler jenis smartphone di Indonesia mencapai 55 juta orang dan diperkirakan pada Tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Selain untuk berkomunikasi, dapat menjembatani penggunanya untuk mencari informasi secara lebih mudah dan cepat. Teknologi internet dan aplikasi yang ada di smartphone membuat penggunanya akan jauh lebih nyaman untuk menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi perjalanan wisata.
Perkembangan teknologi informasi ini akan memudahkan penyebaran informasi pariwisata melalui jaringan internet yang dapat diakses melalui smartphone merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata Lebo Taliwang.

Terbukanya Akses Transportasi
Selain perkembangan teknologi informasi, pembangunan di sektor transportasi akhir-akhir ini juga memberikan dukungan terhadap pengembangan pariwisata Lebo Taliwang. Keberadaan infrastruktur transportasi yang semakin baik berupa jalan, pelabuhan, terminal dan bandara memberikan dukungan bagi pengembangan pariwisata. Beroperasinya Bandara Internasional Lombok mulai 1 Oktober 2011 semakin memberikan kemudahan bagi masyarakat dari berbagai negara atau daerah untuk berkunjungnya ke Provinsi Nusa Tenggara Barat terutama ke Pulau Lombok. Artinya, beroperasinya bandara internasional ini juga semakin memudahkan pengunjung untuk menjangkau Lombok dan Sumbawa. Demikian juga dengan aktifnya Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin III di Sumbawa Besar dengan  jadwal 3 kali penerbangan setiap hari, maka telah menghubungkan Pulau Sumbawa dengan Mataram ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat, terhubung pula dengan Denpasar dan Surabaya.
Memang sejatinya, industri pariwisata akan berkembang dengan adanya perkembangan sarana dan prasarana transportasi karena akan mempermudah lalu lintas pengunjung ke daerah/obyek wisata.

Kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean
Peluang lainnya adalah kerjasama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA adalah salah satu bentuk kerjasama negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk kemajuan ekonomi bersama di masing-masing negara anggotanya.
Sumbawa Barat sebagai bagian dari Indonesia memiliki kekayaan alam seperti Lebo Taliwang, aneka budaya dan ekonomi kreatif yang tersebar di berbagai kecamatan/desa. Dengan terbukanya MEA maka terbuka juga peluang investasi serta akses yang mudah bagi warga asing untuk datang berkunjung ke Sumbawa Barat, salah satunya untuk berkunjung ke Lebo Taliwang.
Berbagai perkembangan ini memberikan pengaruh sekaligus merupakan peluang bagi pengembangan Lebo Taliwang sebagai destinasi wisata yang menjanjikan di masa yang akan datang. Tinggal bagaimana Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat menyusun strategi dan program pembangunan menangkap peluang ini untuk berkembang, menjadikan Lebo Taliwang sebagai salah satu modal bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jumat, 08 Oktober 2010

Alternatif Pengendalian Gulma Aquatik Lebo Taliwang


Tumbuhan merupakan bagian penting dari kualitas air, juga merupakan keanekaragaman ekosistem air. Tumbuhan air mempunyai peranan penting dalam memelihara integritas danau, kolam, dan sungai bagi ikan, satwa liar, organisme lain, dan kehidupan manusia (Getsinger, Kurt Et al, 2005). Secara spesifik, peranan tumbuhan air antara lain:
·         Sebagai habitat dan sumber makanan bagi ikan, ivertebrata, ampibi, dan burung air
·         Sebagai makanan untuk satwa liar dan mamalia
·         Sebagai medium tempat pemijahan telur berbagai jenis ikan, invertebrata, dan binatang ampibi
·         Memproduksi oksigen
·         Melindungi sempadan sungai,
·         Menstabilisasi temperatur, cahaya dan fungsi ekosystem
·         Mendaur ulang nutrien dan memperlambat pengangkutan sedimen.

Keseimbangan alami antara vegetasi dan organisme air lainnya akan terganggu ketika tumbuhan invasif dari  bagian dunia atau negeri lainnya masuk ke suatu danau, sungai, atau reservoir, dan menjadi gulma yang mengganggu. Gulma merupakan tumbuhan yang berkembang secara tidak terkendali dan merupakan gangguan bagi hewan atau tumbuhan lain. Gulma merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki keberadaannya di suatu wilayah. Pengelolaan gulma sering diperlukan untuk merestorasi keseimbangan ketika tumbuhan tersebut eksotis/invasif. Spesies tumbuhan gulma dapat meningkat secara dramatis dan menyaingi keanekaragaman vegetasi yang alami dan merubah habitat, aktivitas ikan dan satwa liar lainnya. Keberadaan vegetasi yang invasif bertentangan dengan aktivitas rekreasional seperti pemancingan, berperahu dan berenang; mengurangi nilai kepemilikan tanah, dan tidak cocok dengan kegiatan menikmati keindahan sumberdaya alam perairan. Meskipun vegetasi asli dapat berkembang pada level gangguan tertentu, dalam beberapa keadaan pengelolaan tetap menjadi tindakan yang diperlukan.
Berbagai spesies tumbuhan air selama ini telah menimbulkan masalah yang serius di berbagai negara. Dalam banyak kasus, permasalahan ini terjadi karena pertumbuhan spesies yang pesat dan ketiadaan predator memungkinkannya sebagai pemangsanya. Pertumbuhan populasi gulma yang  berlebihan ini dapat menyebabkan beberapa dampak (Getsinger, Kurt Et al, 2005), antara lain:
·         Memburuknya habitat ikan dan satwa lanilla;
·         Menghilangnya potensi habitat ikan, satwa lainnya serta spesies langka;
·         Memburuknya kondisi lahan basah dan kualitas air;
·         Menyusutnya nilai area permukaan air untuk aktivitas rekreasi seperti pemancingan dan berperahu;
·         Berkurangnya nilai kepemilikan tanah yang bersebelahan dengan habitat air yang memburuk;
·         Menghalangi pelayaran komersil;
·         Mengganjal pompa, pintu air, industri pertanian dan persediaan air untuk rumah tangga; dan
·         Mengurangi kapasitas reservoir.

Atas dasar semua  pertimbangan ini , pengendalian dan pengelolaan gulma air yang invasif sangat penting dilakukan. Berdasarkan berbagai pengalaman pemulihan kondisi perairan danau di berbagai negara. Ada 4 (empat) metode yang umum dipakai (Gibbons, et. al, 1994; Angelo, 1998; Getsinger, Kurt Et al, 2005; Peterson dan Lee, 2005), di antaranya:
1.      Secara biologis
2.      Secara fisik
3.      Secara mekanik
4.      Secara kimia

Keempat metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan metode yang paling tepat untuk menangani masalah gulma air tersebut disesuaikan dengan jenis gulma, kondisi (fisik, biologi dan kimia) perairan danau, tingkat permasalahan, dan kemampuan pendanaan yang tersedia. Berikut ini akan dipaparkan berbagai metode dan teknik yang pernah dikembangkan di beberapa negara dalam penanganan gulma secara terperinci.

Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan oleh manusia, parasit, predator atau pathogen dalam lingkungan tertentu untuk menekan pertumbuhan beberapa jenis gulma  atau hama yang ditargetkan. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan mengurangi populasi gulma air yang invasif guna menurunkan tingkat populasinya yang disesuaikan dengan habitat ikan dan satwa lainnya atau disesuaikan dengan pemanfaatan badan air tersebut misalnya untuk keperluan rekreasi. Oleh karena itu, tujuan pengendalian secara biologis amat sesuai dengan pengelolaan gulma air terpadu,  yaitu bukan berwujud eradikasi atau eliminasi total atas area tertentu.
Pengendalian secara biologis merupakan suatu pendekatan jangka panjang untuk menekan pertumbuhan spesies tumbuhan yang berlebihan. Kelemahan penggunaan pengendalian secara biologis adalah hasilnya akan cukup efektif diperoleh setelah beberapa tahun. Metode penekanan jangka panjang seperti ini sangat baik diterapkan pada area dengan prioritas rendah, pada lokasi dimana penggunaan strategi pengendalian yang lain akan mengalami biaya yang sangat mahal atau dilakukan secara bersamaan dengan metode pengendalian yang lain yang dampaknya jangka pendek, misalnya digunakan secara bersamaan dengan metode mekanik atau dipadukan dengan pengendalian secara kimia (Getsinger, Kurt Et al, 2005).
Ada banyak organisme telah dipertimbangkan sebagai agen pengendalian secara biologi, di antaranya triploid steril ikan koan atau sering disebut amur putih (Ctenopharyngodon idella) untuk mengendalikan beberapa jenis ganggang. Pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang, dan Cerospora sp. untuk apu-apu. Di samping pengendalian biologis juga dapat dilakukan terhadap berbagai species-species dengan penggunaan ternak.
Ikan koan  (Ctenopharyngodon idella)  sebagai agen pengendali gulma secara biologis   
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Pengendalian secara fisik:
a. Pemungutan dengan tangan
Pemungutan gulma air dengan tangan serupa dengan kegiatan penyiangan gulma yang sering dilakukan di kebun atau di sawah yaitu memindahkan seluruh bagian tumbuhan (daun, batang, dan akar) dari danau dan membuangnya ke area lain yang jauh dari sempadan. Di dalam air yang dangkal (kurang dari 1 meter) mungkin tidak diperlukan peralatan khusus, walaupun sejenis sekop, garpu. Pisau atau sabit mungkin diperlukan jika sedimennya berat. Di dalam air lebih dalam, pemungutan dengan tangan paling baik dilengkapi dengan beberapa peralatan selam dan kantong jaring untuk mengumpulkan bagian-bagian potongan gulma. Untuk beberapa lokasi mungkin tidak cocok dengan menggunakan tangan seperti area yang sedimennya dalam karena dapat menyebabkan seseorang tertanam di dalam sedimen.
Pemungutan Gulma Air dengan Tangan
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

b. Pemangkasan
Memangkas berbeda dengan penyiangan gulma dengan tangan. Tidak semua bagian tumbuhan dapat dipindahkan, karena dengan pemangkasan hanya dilakukan terhadap batang dan daun tumbuhan saja, sedangkan akarnya tertinggal di dalam dasar danau atau sedimen.
Memangkas dapat dilakukan tanpa dengan harus masuk ke dalam air, cukup dilakukan di sempadan dengan melemparkan alat pemangkas ke dalam air. Alat pemangkas gulma non-mekanik dapat berupa dua bagian mata pisau tunggal dari bahan baja anti-karat yang tajam berbentuk "V" yang dihubungkan dengan satu tangkai yang diikat dengan tali yang panjang. Alat pemangkas tersebut dapat dibuang hingga 60-100 meter ke dalam air sesuai dengan panjang tali yang terpasang. Alat pemangkas dapat ditarik di dalam air dan memotong seluas 48 inch. Tumbuhan yang terpotong kemudian mengapung ke permukaan dan dapat segera dipindahkan ke darat.
Alat Pemangkas Gulma Air Berbentuk "V"
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

c. Menggaruk
Penggaruk yang kokoh menjadi alat yang berguna untuk pemindahan gulma air. Dengan memasang tali pada penggaruk dapat memindahkan gulma pada areal yang lebih luas. Menggaruk tumbuhan dari sedimen, mematahkan beberapa bagian tumbuhan air termasuk juga bagian akarnya. Penggaruk dilengkapi dengan pelampung agar bagian-bagian tumbuhan dapat lebih mudah dikumpulkan.
Kegiatan Pemungutan Gulma Air dengan Alat Penggaruk 
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
                                        
d. Layar Penutup Dasar Sedimen
Layar dasar atau penghalang bentik dapat digunakan menutupi sedimen sebagai selimut yang memampatkan tumbuhan air dan mengurangi/menghalangi cahaya matahari sampai ke dasar sedimen. Layar dasar dapat mengendalikan kebanyakan gulma air, namun demikian, untuk jenis gulma yang terapung bebas seperti ganggang Hydrilla tidak akan dapat dikendalikan oleh layar dasar.
Material seperti burlap, plastik, mylar hitam, dan tenun sintetis dapat digunakan sebagai layar dasar. Bahan yang ideal dijadikan sebagai layar dasar harus berasal dari bahan yang tahan lama dan massanya lebih berat dibanding air, dapat mengurangi atau menghalangi cahaya sehingga mampu mencegah tumbuhan berkembang, serta mudah dipasang dan dirawat.
Pemasangan Alas Dasar Penutup Sedimen
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

Agar layar dasar aman dan tidak terangkat ke permukaan atau melayang di perairan, sangat penting dipasangkan jangkar meskipun layer dasar tersebut berasal dari jenis bahan yang paling menyerap air. Jangkar yang terpasang harus mampu secara efektif memelihara layar dasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan secara teratur. Bahan alami seperti batu atau karung berisi pasir lebih baik dijadikan sebagai jangkar.

e. Pengurasan air
Ganggang kadang-kadang dapat secara efektif dikendalikan ketika badan air dikeringkan dengan pelepasan air melalui struktur pengendali level permukaan air (bendungan atau tanggul) atau dengan pemompaan. Efektivitas pengendalian ganggang ditentukan oleh beberapa faktor yang mencakup jumlah dalam badan air, jangka waktu pengeluaran, keberadaan mata air, dan cuaca pada saat pengurasan.
Keberhasilan pengurasan dalam mengendalikan ganggang sangat bervariasi dari danau ke danau dan dari tahun ke tahun di dalam badan air yang sama.

Pengendalian Secara Mekanis
Prosedur pengendalian secara mekanik telah digunakan secara luas dalam upaya pengendalian gulma air, terutama untuk jenis gulma yang eksotis dan invasif.
Beberapa perusahaan komersil telah mengembangkan peralatan tangan yang tanpa mesin maupun bermesin yang dirancang secara khusus untuk menghilangkan gulma air yang tenggelam (submersed weeds). Metode mekanis dan phisik dapat sukses, tetapi beberapa isu harus dipertimbangkan ketika menyusun perencanaan program pengendalian dengan peralatan tersebut.
Banyak gulma air yang tenggelam (submersed weeds) tersebar melalui fragmentasi. Sangat penting untuk diiingat bahwa memindahkan gulma air bisa jadi dapat meningkatkan erosi pada garis pantai danau, karena akar tanaman tidak tersedia untuk menstabilkan sedimen dan mendiamkan riak gelombang. Dalam beberapa situasi, untuk mencegah masalah ini, vegetasi asli harus diremajakan sebagai pengganti gulma yang dihilangkan. Hal ini akan membantu menstabilkan garis sempadan, dan dapat menghalangi pertumbuhan kembali berbagai jenis gulma eksotis.

a. Mesin Pemanen dan Pemotong
Mesin pemanen adalah mesin besar yang memotong dan mengumpulkan gulma air. Tumbuhan yang terpotong dipindahkan dari air oleh sistem konveyor dan menyimpannya  pada mesin pemanen sampai di tempat pembuangan. Sebuah tongkang disiapkan pada lokasi yang berdekatan dengan lokasi pemanenan sebagai tempat penyimpanan gulma sementara  atau disimpan dalam mesin pemanen gulma yang telah dipotong ke pantai. Peralatan stasiun pantai pada umumnya merupakan konveyor pantai yang dihubungkan dengan mesin pemanen dan mengangkat gulma yang telah dipotong ke tempat sampah. Gulma yang telah dipanen dibuang ke TPA (landfills), selanjutnya diolah dan digunakan sebagai pupuk kompos.
Mesin Pemanen dan Pemotong Gulma
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

b. Rotovasi
Rotovasi adalah pengendalian gulma secara massif dengan menggunakan mesin rotovator yaitu mesin bertungkai yang dilengkapi dengan tongkang yang menjulang sekitar 8-10 inci, lebih rendah dari kepala tungkai yang bisa masuk ke dalam sedimen yang biasa digunakan untuk memburu akar. Proses mekanis yang dihasilkan oleh tungkai dengan pisau yang tajam dapat memburu akar dari sedimen dan akar yang guncang secara masif akan mengapung ke permukaan air.
Rotovasi sering digunakan pada dua musim pengendalian secara penuh. Berbeda dengan mesin pemanen (hervester), rotovator tidak mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan gulma.
Rotovasi merupakan cara mekanis untuk menghilangkan gulma jenis ganggang untuk menyediakan areal perairan terbuka bagi kegiatan rekreasi dan navigasi. Badan air yang cocok untuk dilakukan rotovasi termasuk danau atau sungai yang luas dengan sebaran gulma yang cukup luas, baik digunakan untuk populasi ganggang air yang mana eradikasi tidak dapat dijadikan pilihan.
Sejak awal program rotovasi diterapkan menelan biaya yang sangat mahal, dilakukan pada populasi danau yang luas atau didorong oleh pemerintah daerah untuk membagi biaya-biaya yang krusial. Karena biaya yang dibutuhkan sangat mahal, dan membutuhkan berbagai perizinan, rotovasi tidak menjadi kegiatan pengendalian yang menyebar luas di Washington atau wilayah lain di Amerika.
Rotovasi tidak direkomendasikan dilakukan di badan air yang baru ditumbuhi ganggang karena dapat menciptakan fragmentasi dan meningkatkan sebaran ganggang di sepanjang badan air. Sebab rotovasi dan kekeruhan berdampak bagi keseluruhan badan air, haruslah dilakukan sesuai dengan rencana pengendalian gulma air secara terpadu.
Rotovator 
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

Faktor yang dipertimbangkan manakala mendisain penggunaan metode rotovasi meliputi:
·         Permukaan area badan air (lebar dan kedalamannya);
·         Luas areal yang ditumbuhi gulma;
·         Kontur dasar dan keliling dasar seperti tunggul, batu karang, dan bekas peninggalan lain;
·         Pola lalu lintas perairan,
·         Arah angin;
·         Lokasi peluncuran rotovator dan pemilihan lokasi;
·         Tipe sedimen;
·         Pengembangan sempadan; dan
·         Areal yang sensitif (habitat yang kritis).

c. Kapal Keruk dan Penyelam
Pengerukan oleh penyelam merupakan metode pengerukan dengan menggunakan peralatan selam berupa  pipa karet yang terkait dengan kapal keruk kecil untuk menghisap material tumbuhan dari sedimen. Tujuan pengerukan oleh penyelam adalah untuk memindahkan semua bagian tumbuhan termasuk akarnya dari dalam air ke tempat lain. Operator yang baik dapat memindahkan tumbuhan tertentu secara selektif dan akurat, seperti ganggang, sedangkan jenis tumbuhan asli tidak disentuh. Pengisapan material tumbuhan dan sedimen dengan pompa pipa karet ke permukaan yang kemudian disimpan ke dalam keranjang jaring.
Pemanduan Selang Pipa Kapal Keruk
oleh Penyelam (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

Air dan sedimen dikembalikan lagi ke air dan material tumbuhannya disimpan atau dapat diolah menjadi pupuk kompos. Tumbuhan diletakkan di pantai. Penyelam Pengerukan akan lebih efektif  jika sedimen lebih lembut karena gampang dipindahkan secara keseluruhan tumbuhan, walaupun kekeruhan airnya meningkat pada sedimen lebih lembut. Pada sedimen lebih keras memerlukan penggunaan alat atau pisau untuk membantu membongkar perakaran dari sedimen. Di dalam sedimen yang sangat keras, tumbuhan ganggang cenderung patah dan meninggalkan akarnya sehingga seringkali tidak sesuai dengan tujuan pengerukan oleh penyelam.

d. Mesin Pemangkas
Mesin pemangkas gulma mampu memangkas tumbuhan air beberapa meter di bawah permukaan. Mesin ini berbeda dengan mesin pemanen, dengan menggunakan alat ini, tumbuhan yang dipangkas tidak dikumpulkan selagi mesin bekerja.
Ada 2 tipe pemangkas gulma bawah air komersial yang tersedia di pasar, yaitu:
·         Unit perahu portable pemangkas
·         Mesin pemangkas khusus bawah air

Kegiatan pemangkasan biasanya dilakukan selama musim panas selagi tumbuhan berada di dekat permukaan air.
Perahu portable yang dilengkap mesin pemangkas
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)
Mesin Pemangkas khusus bawah air
(Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

Memangkas menghasilkan tumbuhan yang mengapung dan fragmen. Adalah penting untuk memindahkan semua bagian tumbuhan dan fragmen dari air untuk mencegahnya tumbuh kembali atau mengapung ke arah sempadan. Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan alat penggaruk gulma. Karena itu, jaring khusus perlu dirancang untuk digunakan bila menggunakan mesin pemangkas bawah air ini. Waktu pembersihan gulma yang tepat amat tergantung pada kepadatan, jenis tumbuhan dan luasan area yang akan dipangkas. Ada beberapa keuntungan menggunakan mesin pemangkas ini, antara lain:
·         Dengan menggunakan mesin pemangkas dapat menciptakan area perairan terbuka secara cepat.
·         Mesin pemangkas dapat dipakai di dalam air yang tidak dapat dilakukan oleh mesin pemanen lain yang berukuran lebih besar.
·         Habitat ikan dan organisme lain dapat dipertahankan bila tumbuhan tidak dipangkas terlalu pendek.
·         Harga mesin pemangkas ini pada hakekatnya lebih murah dibandingkan dengan mesin pemanen.

Kerugian menggunakan mesin ini antara lain bahwa kegiatan memangkas mirip dengan kegiatan menyiangi tumbuhan dan akan memungkinkan tumbuhan tumbuh kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa kali pemangkasan sepanjang musim. Beberapa spesies tumbuhan air sukar dipangkas dengan mesin ini, selain itu, memangkas dengan mesin ini dapat menciptakan fragmen tumbuhan yang dapat menyebarkan tumbuhan invasif seperti ganggang. Fragmen ini kemudian mengapung ke sempadan danau dan mengalami dekomposasi.

Pengendalian Secara kimia
Penggunaan bahan-kimia yang dikenal sebagai herbisida dalam pengendalian spesies tumbuhan gulma hadir sebagai salah satu pilihan yang efektif dan telah digunakan secara luas. Pengendalian gulma air yang invasif dengan herbisida sering menjadi tahapan pertama jangka panjang dalam program pengendalian gulma secara terpadu. Dalam 15-20 tahun terakhir peninjauan kembali label registrasi herbisida dan penggunaannya di lapangan telah mengalami perubahan yang signifikan dalam rangka mengakomodasi keselamatan, kesehatan, dan kepedulian lingkungan (Getsinger, Kurt Et al, 2005).
Herbisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan kematian atau sangat menekan pertumbuhan. Campuran ini mengandung bahan aktif yang dipadukan ke dalam berbagai formula herbisida komersial. Herbisida merupakan komponen penting dalam rencana dan praktek pengelolaan gulma terpadu dan karena sangat efektif, terpercaya, selektif terhadap spesies tertentu, hemat biaya, dan mudah digunakan. Penerapannya dalam formula tertentu dengan berbagai peralatan, mulai dari penggunaan pesawat udara sampai dengan semprotan tangan (Lembi, 2003).
Namun demikian, penggunaannya dalam pengendalian gulma danau harus dilakukan dengan memperhitungkan segala kemungkinan terutama menyangkut bahaya dan efek negatif yang ditimbulkannya.
Penyemperotan Herbisida
untuk Membasmi Gulma Air (Sumber gambar: www.ecy.wa.gov)

Herbisida untuk tumbuhan air disemprotkan secara langsung ke bagian tumbuhan air (baik yang floating maupun emerged) atau  diaplikasikan ke air dalam bentuk cairan atau butiran (granular). Menurut cara kerjanya hebisida digolongkan ke dalam 2 kelompok yaitu sistemik dan kontak. Herbisida sistemik mampu membunuh seluruh bagian tumbuhan, sedangkan herbisida kontak hanya menyebabkan bagian-bagian tumbuhan yang terkena herbisida mengalami kematian sedangkan bagian lainnya bisa tumbuh kembali. Sedangkan menurut target jenis tanaman yang mampu dibasmi herbisida dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu herbisida non-selektif dan selektif. Herbisida non-selektif mempunyai spektrum pengaruh yang luas terhadap semua jenis tumbuhan yang terkontaminasi dengannya. Sedangkan herbisida selektif hanya akan berpengaruh terhadap beberapa jenis tumbuhan (biasanya dikotil berdaun lebar seperti ganggang Eurasian watermilfoil (Myriophyllum spicatum) akan efektif dengan herbisida selektif sedangkan monokotil seperti Brazilian elodea (Egeria densa) bisa jadi tidak efektif). Kebanyakan tumbuhan air merupakan jenis monokotil.
Pengetahuan penggunaan herbisida penting sebagai pegangan dalam menjaga keselamatan baik pengguna herbisida maupun lingkungan sekitarnya. Di samping itu pengetahuan yang baik tentang herbisida dapat meningkatkan efektifitas kerja. Ada beberapa hal penting yang akan diperhatikan di antaranya cara memilih, menyimpan, dan menggunakan herbisida.
Untuk memilih herbisida yang tepat kita perlu mengetahui jenis tanaman yang pasti, karena formulasi herbisida hanya efektif terhadap jenis tumbuhan tertentu. Pada kemasan herbisida terdapat label yang berisikan informasi jenis-jenis tumbuhan yang dapat dikendalikan cara menggunakan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh herbisida tersebut.
Pada setiap kemasan herbisida biasanya dicantumkan nama bahan aktifnya serta dosis yang digunakan untuk setiap liter campuran air. Untuk alasan keamanan, hanya herbisida yang telah terdaftar resmi yang penggunaannya direkomendasikan, karena herbisida tersebut telah diuji kemampuan dan telah diketahui bahaya yang ditimbulkan.
Ada beberapa jenis herbisida yang sering digunakan dalam memberantas gulm air di antaranya fluridone, 2,4-D, glyphosate, endothall dan senyawa tembaga.
Fluridone adalah suatu herbisida sistemik yang membunuh keseluruhan tumbuhan dan biasanya  tidak selektif sejak tumbuhan yang paling submersed akan dimatikan terpengaruh olehnya. Fluridone menghalangi pembentukan karoten (pigmen) di pertumbuhan tumbuhan. Jika karoten tidak ada, klorofil dikurangi oleh cahaya matahari. Sebab ini merupakan proses yang lambat dan tumbuhan dapat “timbul” jika fluridone dipindahkan, waktu kontak antara bahan kimia dan tumbuhan memerlukan waktu perawatan berminggu-minggu.
Fluridone cair telah digunakan secara luas dalam proyek pemberantasan ganggang danau. Formula baru dalam bentuk butiran granular juga  tersedia, dan kini sedang digunakan untuk  perlakuan danau secara utuh. Premis untuk menggunakan fluridone sebagai bahan pemberantasan ganggang adalah bahwa ganggang jarang menghasilkan benih yang sehat. Ini berarti bahwa menghentikan perkembangan tumbuh-tumbuhan dan mencegah penyebarannya melalui fragmentasi akan cukup efektif dalam memberantasnya. Ganggang sangat peka dengan fluridone dan secara teoritis mungkin memberantas 100 persen. Jika semua tumbuhan ganggang dibunuh dengan fluridone sebagai satu-satunya cara ganggang itu dapat tumbuh lagi di danau ada perkecambahan dari benih. Namun perkecambahan melalui benih jarang terjadi. 
Danau yang cocok diberatas dengan fluridone adalah danau yang ditumbuhi oleh ganggang yang sangat parah. Fluridone tidak cocok digunakan pada zona litoral atau pada area yang ditumbuhi ganggang secara berkelompok-kelompok kecil (lokasi kurang dari 5 are dalam badan air yang lebih besar) karena sulit untuk memastikan kecukupan waktu kontak antara tumbuhan dan herbisida yang akan dibasmi tersebut. Meskipun demikian, formula granular sedang mulai diujicoba efektifitasnya untuk area yang lebih kecil. Jika pembasmian ganggang dibatasi penggunaannya pada zona litoral, mungkin herbisida jenis 2,4-D atau triclopyr yang lebih efektif.
2,4-D merupakan bahan aktif herbisida yang bekerja relatif cepat dalam membasmi keseluruhan bagian tumbuhan (herbisida sistemik). Herbisida ini dianggap sebagai selektif untuk tumbuhan berdaun lebar jenis dikotil. Kabanyakan tumbuhan yang lain adalah monokotil (seperti rumput) dan tidak efektif dibasmi dengan 2,4-D.
Penggunaan fluridone telah sukses diterapkan dalam pengendalian ganggang di Danau Washington, namun tidak berarti dapat menjamin keberhasilan pengendalian ganggang dengan fluridone ini pada danau-danau yang lain. Masing-Masing lokasi mempunyai perbedaan karena banyak faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Penggunaan fluridone pada suatu lokasi danau tertentu perlu mempertimbangkan faktor lingkungan.
Fluridone merupakan herbisida yang  tidak selektif. Semua jenis tumbuhan mulai dari yang tumbuh di bagian paling dasar (submersed weeds) maupun yang mengapung (floating weeds) dapat dibasmi dengan aplikasi fluridone. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang diharapkan, fluridone harus diterapkan secara tepat dengan menggunakan tenaga ahli. Sebab cukup rumit menjaga kontak jangka panjang antara fluridone dan tumbuhan yang ditargetkan, merancang suatu rencana perlakuan dan konsentrasi pemantauan dari waktu ke waktu merupakan bagian penting pada masing-masing pengendalian gulma dengan fluridone.
Glyphosat merupakan herbisida sistemik yang berspektrum luas yang biasanya digunakan untuk mengendalikan tumbuhan yang berdaun mengapung seperti teratai. Biasanya diaplikasikan dengan air dan disemprotkan ke daun tanaman. Glyphosat tidak bekerja di bawah permukaan air sehingga tidak cocok untuk membasmi ganggang seperti ganggang Eurasian watermilfoil. Oleh sebab glyphosate merupakan herbisida spektrum luas dan non-selektif, maka penggunaannya perlu sangat hati-hati dan hasil yang baik tergantung pada pemakainya yang harus selektif mengarahkan semprotan hanya pada tumbuhan yang ditargetkan untuk dimusnahkan. Membutuhkan waktu berminggu-minggu bagi tanaman untuk mati sehingga pengulangan pengaplikasian perlu dilakukan sesering mungkin untuk membasmi tumbuhan yang luput dari penyemprotan pertama kali.
Endothall (bahan aktif) adalah herbisida kontak yang bisa bekerja secara cepat. Endothall mematikan bagian atas tanaman dan tidak mampu membasmi bagian akar yang tertanam dalam sedimen. Sampai saat ini endothall dipercaya dapat menghambat proses biokimia tanaman pada tingkatan sel.
Penggunaan endothall dengan tingkat rendah akan membasmi gulma eksotis seperti ganggang, dan membiarkan tumbuhan asli memulihkan diri. Penggunaan endothall bukanlah untuk eradikasi/pemberantasan, mungkin saja bermanfaat dalam pemeliharaan pada tingkat yang dapat diterima ganggang di dalam danau pada waktu tertentu di zona litoral dengan konsentrasi endothall yang rendah.
Berbagai metode dan teknik pengendalian gulma air yang telah dipaparkan dalam bagian ini mulai dari pengendalian secara biologi, fisik, mekanis dan kimia.
Dalam rangka pengendalian eutrofikasi gulma di perairan Lebo Taliwang, tentu saja masing-masing metode dan teknik tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Sehingga pemilihan dan penentuan metode dan teknik pengendalian harus disesuaikan dengan berbagai pertimbangan sebagaimana telah disampaikan terdahulu.
Penggunaan metode dan teknik kimia dalam pengendalian permasalahan eutrofikasi misalnya, tentu bukanlah satu-satunya pilihan yang dianjurkan. Ada pilihan-pilihan lain yang lebih aman dan semestinya lebih diutamakan, karena pengendalian secara kimia mempunyai dampak yang berspektrum luas. Tentu ini akan menjadi amat bertentangan dengan misi konservasi lingkungan, jika pengendalian secara kimia ini kemudian mengakibatkan kerusakan ekosistem biotik seperti hilangnya habitat berbagai fauna yang justru merupakan daya tarik yang dimiliki Lebo Taliwang.