Gotong-Royong

<< Selamat atas Pelantikan Muhammad Rizal sebagai Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat 2020-2024>>

Jumat, 06 Oktober 2006

Lebo Taliwang, Nasibmu Kini

Lebo Taliwang (sebutan dalam bahasa lokal untuk Danau Rawa Taliwang) merupakan satu-satunya lahan basah daratan terluas di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan merupakan kebanggaan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitarnya, danau ini mempunyai arti yang sangat penting sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.  
Selama bertahun-tahun masyarakat nelayan di Desa Meraran, Ai Suning, Rempe, Seloto dan Sampir telah menggantungkan hidupnya dari hasil menangkap berbagai jenis ikan di Lebo Taliwang. Namun, pada akhir kwartal pertama 2007 Nusatenggaranews melaporkan bahwa 935 nelayan ikan darat Lebo Taliwang terancam kehilangan mata pencaharian sebagai akibat dari terjadi sedimentasi (pendangkalan) danau ini. 
Padahal menurut para nelayan di Desa Meraran Kecamatan Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat, pada Tahun 1970-an, Lebo Taliwang pernah menjadi primadona yang luar biasa sebagai penghasil ikan kering dengan produksi hingga mencapai 700 ton per tahun.  
Hasil penelitian Tahir (1992) mengutip laporan Resort Perikanan Kecamatan Taliwang bahwa pada Tahun 1987, produksi ikan segar Lebo Taliwang mencapai 316 ton, Tahun 1988 mencapai 275 ton, Tahun 1989 mencapai 224 ton, Tahun 1990 mencapai 157 ton dan Tahun 1991 mencapai 97 ton. Deretan angka ini menunjukkan bahwa sejak lama telah terjadi penurunan produksi ikan segar di perairan Lebo Taliwang.  
Masih menurut laporan Nusatenggaranews, kerugian yang diakibatkan oleh sedimentasi tersebut, penghasilan nelayan ikan darat ini turun drastis dari semula rata-rata per hari lebih dari Rp100 ribu, kini hanya mendapatkan Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu per hari. Hal ini bukan disebabkan oleh berkurangnya populasi ikan yang mendiami perairan Lebo Taliwang,  melainkan karena nelayan sulit melakukan penangkapan karena ikan-ikan Lebo berada di dasar danau dan tertutup oleh beberapa lapisan, baik endapan lumpur maupun gulma air. 
Sejalan dengan keluhan para nelayan, fakta yang ada menunjukkan bahwa Lebo Taliwang sebagaimana danau-danau lain  di Indonesia juga mengalami permasalahan yang sama yaitu terjadinya sedimentasi, eutrofikasi, dan dalam beberapa kasus juga terjadi alih fungsi lahan di sekitarnya. 
Terutama sedimentasi dan eutrofikasi menjadi 2 masalah yang sangat dikeluhkan terutama oleh masyarakat nelayan yang sampai saat ini menggantungkan hidup dari hasil menangkap ikan di Lebo Taliwang.
Patut diduga bahwa sedimentasi terjadi karena faktor tata guna lahan. Penggunaan lahan di sekitar Lebo Taliwang yang mengarah pada konversi pemanfaatan lahan perbukitan menjadi ladang atau hutan produksi di sekitar Lebo Taliwang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan sistem hidrologi.  
Selama bertahun-tahun pemilik lahan di perbukitan sekitar Lebo Taliwang memanfaatkan lahan perbukitan sekitar Lebo Taliwang dan menggantikan tegakannya dengan tanaman kayu monokultur seperti jati, mahoni dan lain-lain. Tegakan asli yang telah ada sebelum digantikan dengan tanaman kayu produksi sehingga ketika awal musim hujan tiba, pada daerah ini terjadi aliran air permukaan yang cukup besar. Sedangkan proses infiltrasi semakin berkurang, sehingga berimplikasi pada terjadinya pengikisan tanah bagian atas (top soil) yang mengalir bersama air menuju ke daerah yang lebih rendah di kawasan Lebo Taliwang. Tanah yang terbawa oleh air kemudian mengakumulasi membentuk sedimentasi. Pola sedimentasi yang terjadi di areal Lebo Taliwang, di awali dari pinggiran sehingga lama-kelamaan menuju ke arah dalam danau. Proses ini menyebabkan danau mengalami pendangkalan. Proses pendangkalan semakin cepat terjadi karena intensitas perubahan penggunaan lahan perbukitan yang semakin tinggi. 
 Alih Fungsi Tepian Lebo
Menjadi Kebun dan Sawah Akibat Sedimentasi 

Di samping proses sedimentasi, percepatan pendangkalan Lebo Taliwang juga disebabkan oleh adanya eutrofikasi yaitu proses pertumbuhan gulma yang sangat pesat dibandingkan pertumbuhannya yang normal. Eutrofikasi ini sangat buruk terhadap lingkungan Lebo Taliwang. 
Berdasarkan pengamatan lapangan, indikator biologi yang menyebabkan areal Lebo Taliwang mengalami eutrofikasi adalah tumbuhnya gulma air terutama jenis kiambang, berbagai jenis ganggang dan teratai. Tumbuh-tumbuhan ini dapat ditemui pada di hampir semua permukaan danau. Akar teratai mengikat sedimen (lumpur) yang berada di dasar danau, sehingga proses sedimentasi semakin cepat terjadi. Implikasi dari proses ini telah menyebabkan luas cakupan badan air (water body) Lebo Taliwang semakin berkurang. 
Dampak eutrofikasi ini telah mengganggu kehidupan organisme air yang lain yang ada di dalam danau sehingga menyebabkan kerusakan dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan Lebo Taliwang. 
 Eutrofikasi Tumbuhan Teratai di Lebo Taliwang

Eutrofikasi ini juga diduga dikarenakan oleh perilaku masyarakat yang tidak ramah terhadap lingkungan. Para petani pemilik lahan di sekitar Lebo Taliwang menggunakan pupuk kimia terutama jenis pupuk nitrogen (urea) untuk menyuburkan tanaman padi dan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman. Residu pupuk nitrogen kimia mengalir ke arah danau dan menyebabkan kesuburan gulma air meningkat. 
 Eutrofikasi Turi Rawa di Lebo Taliwang

Ke depan, selain aktivitas pertanian yang tidak ramah, faktor yang memungkinkan terjadinya eutrofikasi di perairan danau ini adalah dampak aktivitas pasar dan terminal baru yang bisa saja menghasilkan limbah organik dan anorganik yang masuk ke dalam perairan danau apabila tidak mempunyai sistem pengelolaan limbah yang baik. Pasar dan terminal kabupaten ini berjarak hanya beberapa puluh meter dari perairan Lebo Taliwang.
Selain itu, aliran Sungai Seteluk dan Sungai Rempe yang membawa buangan limbah domistik yang mengandung zat-zat organik juga merupakan penyebab eutrofikasi yang perlu diantisipasi.  
Kiambang dan ganggang yang melapuk karena proses alam merupakan salah satu penyumbang bagi proses sedimentasi. Sedangkan  teratai  merupakan salah satu jenis tumbuhan air yang memiliki sistem perakaran yang panjang menjalar ke segala arah di bagian dasar danau yang mampu mengikat lumpur sehingga mempercepat proses sedimentasi. Akibatnya, sedimentasi yang semakin meluas tidak dapat dihindari. Luas muka danau yang menjadi daratan akan semakin banyak dan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian maupun permukiman penduduk sehingga akan sangat mengancam eksistensi Lebo Taliwang. 


Eutrofikasi Kiambang  di Lebo Taliwang

Kecenderungan yang terjadi di perairan Lebo Taliwang, pada masa depan akan mengakibatkan penurunan kualitas air, sedimentasi yang semakin parah, dan menurunnya populasi ikan dan kekayaan hayati lainnya. Di samping itu, mungkin juga akan muncul dampak sosial berupa perebutan kepemilikan lahan di sepanjang tepian Lebo Taliwang yang telah berubah menjadi daratan. 
Untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas air, dan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, maka diperlukan dukungan dari areal sekitarnya yang dapat memasok air ke dalam danau. Areal tersebut harus merupakan areal yang didominasi oleh vegetasi yang mampu mengurangi aliran air permukaan ke arah danau. Hal ini penting karena pada musim hujan air sebagian tertahan di pohon dan sebagian yang lain mengalami infiltrasi ke dalam tanah. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan menjadi air tanah dan sebagian yang lain diikat oleh akar tumbuhan. Sehingga kawasan ini dapat efektif menjadi kawasan resapan air. 
Dengan melihat kecenderungan negatif yang terjadi di Lebo Taliwang dari waktu ke waktu, maka perlu ada pemikiran dan tindakan nyata dari semua pihak (multistakeholder) dalam bentuk upaya pengendalian pertumbuhan gulma aquatik dan penatagunaan lahan di sekitar danau sebagai daerah tangkapan air. Dalam hal ini terkait dengan tata ruang wilayah dan perlunya keterlibatan masyarakat terutama yang berada di sekitar danau dalam pengelolaannya sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat Sumbawa Barat.