Gotong-Royong

<< Selamat atas Pelantikan Muhammad Rizal sebagai Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat 2020-2024>>

Senin, 22 Juli 2019

Laut dan Pantai Bukan Tempat Sampah

























Di zaman yang serba modern ini, segala kebutuhan semakin mudah dipenuhi. Asal punya uang, segalanya telah tersedia dan dapat kita beli di warung tetangga hingga di toko modern.
Di warung-warung dan pasar tradisonal, hampir semua kebutuhan tersedia, mulai dari sembako, sayuran dan lauk hingga perkakas pertukangan. Begitu jua dengan toko modern, segala jenis barang tersedia mulai bumbu dapur hingga alat tulis kantor.
Di antaranya barang-barang yang diperjualkan, barang berbahan plastik paling membanjiri warung, pasar dan toko modern. Kemasannya juga hampir semua mengandung bahan dari plastik. Seperti tengah menjadi trend, plastik menjadi idola industri saat ini.
Sebagai bahan pengemas, plastik memang paling praktis, mudah diperoleh dan harganya tergolong murah.
Akibatnya, setiap hari kita berbelanja plastik lalu melepaskannya begitu banyak ke tempat sampah. Bagi mereka yang punya sedikit kepedulian, mungkin akan menyimpannya dan menggunakannya berulang kali agar tidak menambah volume sampah plastik yang terbuang ke alam. Tapi bagi mereka yang tidak peduli mungkin juga bodoh, setelah memakainya lalu dengan mudah membuangnya di sembarang tempat.
Bahkan ada yang sengaja membuangnya di pinggir jalan, pinggir perkampungan atau hutan. Mereka tidak mau rumah mereka kotor dengan plastik, tapi memilih mengotori tempat yang lain. Semua perilaku ini membuat mata tidak sedap lagi memandang jalanan dan kampung.
Kemudian sampah-sampah plastik itu diterbangkan angin kemana-mana, tercecer berserakan. Plastik bekas pembungkus makanan disukai unggas, kucing dan anjing. Ternak-ternak mencakar-cakar bungkusan plastik untuk memperoleh sisa butir makanan di dalamnya.
Di musim hujan, sampah plastik mengalir bersama air melewati selokan, mengalir bersama air sungai dan tentu saja menuju ke laut. Sebagian menempel di ranting-ranting kayu atau bambu, kawat beronjong atau mengendap bersama lumpur di dasar kali.  Sampah plastik yang “pandai berenang”, terus saja mengikuti arus sungai  menuju ke laut.
Plastik kemasan bening mirip ubur-ubur, dimakan oleh berbagai spesies penyu. Sebagian penyu mati karena memakan plastik, sebagian lagi enggan hidup di perairan kita karena limbah plastik. Penyu bermigrasi ke tempat lain, lalu populasi ubur-ubur meningkat, mereka menyantap plankton yang seharusnya menjadi makanan ikan-ikan.
Ikan-ikan menjauh dari perairan kita karena tidak ada lagi plankton yang dimakan. Dan kini, laut kita menjadi bak sampah terbesar tempat menampung plastik bekas. Laut menjadi kotor dan tidak nyaman bagi ikan-ikan.
Sebagian plastik dibawa ombak ke pinggir pantai, lalu kita menemukan pantai-lantai kita dipenuhi sampah plastik, kotor dan tidak sedap dipandang.
Padahal kita menganggap pariwisata adalah ekonomi masa depan, tapi perilaku kita terus saja mengotori kampung, hutan, jalan, sungai, laut dan pantai dengan sampah plastik. Wisatawan mana yang akan betah berwisata di lingkungan yang kotor dengan sampah plastik?