Gotong-Royong

<< Selamat atas Pelantikan Muhammad Rizal sebagai Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat 2020-2024>>

Selasa, 10 September 2019

Pengembangan Minyak Jereweh sebagai Usaha Ekonomi Produktif berbasis UMKM (Refleksi Festival Melala 2019)

Oleh: Muhammad Rizal
Ketua Lembaga RIPED

Pembuatan Minyak Obat Tradisional sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Indonesia memiliki kekayaan warisan budaya sejalan dengan pluralisme suku yang mendiami wilayahnya. Menurut data hasil sensus Badan Pusat Statistik (2010) bahwa di Indonesia terdapat 1.331 kategori suku. Ribuan suku tersebut mempunyai corak budaya masing-masing yang merupakan aset berharga bagi Bangsa Indonesia. Agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang, warisan budaya ini mesti terus dilestarikan secara berkesinambungan.
Bentuk warisan budaya tidak hanya sebatas monumen atau kumpulan obyek semata, namun termasuk tradisi dan ekspresi hidup yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun ke anak cucu, seperti tradisi lisan, praktek sosial, ritual, pagelaran, pengetahuan dan praktek mengenai alam dan semesta atau pengetahuan dan ketrampilan kerajinan yang merupakan warisan budaya bukan benda (intangible cultural heritage).
Berdasarkan konvensi tahun 2003, UNESCO membagi warisan budaya bukan benda ini dalam 5 domain yaitu: (1) ekspresi dan tradisi lisan termasuk bahasa sebagai alat warisan budaya, (2) seni pertunjukkan, (3) praktik sosial, ritual, dan acara festival, (4) Pengetahuan dan ketrampilan mengenai alam dan semesta, dan (5) kerajinan tradisional. Namun warisan budaya tidak sebatas satu manifestasi saja, namun bisa mencakup unsur-unsur yang ada di setiap domain. Berbagai peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan budaya juga termasuk dalam warisan budaya.
Etnis Sumbawa atau sering disebut Suku Samawa merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau Sumbawa di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Suku Samawa mendiami 2 kabupaten di Pulau Sumbawa yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat yang memiliki beragam warisan budaya yang terus lestari hingga saat ini.
Salah satu warisan budaya yang terus berlangsung adalah tradisi membuat minyak obat tradisional pada bulan muharram atau sering disebut dengan bulan suro yaitu bulan pertama dalam penanggalan (Islam) atau penanggalan hijriah.
Upaya Melestarikan Tradisi
Bulan muharram diyakini oleh banyak orang sebagai waktu yang baik untuk kegiatan-kegiatan mistis. Di Jawa, pada tanggal 1 suro digunakan sebagai waktu yang tepat mengelilingi benteng keraton, memandikan benda-benda pusaka, berendam di kali, mandi kembang, dan mengarak kerbau bule merupakan beberapa ritual yang dilakukan dan dianggap membawa keberkahan.
Tradisi membuat minyak obat tradisional pada bulan muharram ini telah berlangsung sejak lama secara turun-temurun. Hampir di setiap desa, para ahli minyak yang disebut sanro  atau tabib melakukan pembuatan minyak bersama-sama warga sekitarnya.

Wakil Bupati Sumbawa Barat Fud Syaifuddin Memasak Minyak Jereweh dalam acara Festival Muharram di Desa Goa Kecamatan Jereweh pada 9 September 2019

Dalam rangka melestarikan dan menyemarakkan tradisi ini, pada setiap tahun di bulan ini, Pemerintah Kabupaten Sumbawa menggelar kegiatan yang disebut dengan Parade Melala, sedangkan di Kabupaten Sumbawa Barat diselenggarakan Festival Melala (sekarang disebut Festival Muharram) yang inti kegiatannya adalah membuat minyak obat tradisional dengan mengumpulkan para sanro atau tabib ahli minyak.
Khusus di Kabupaten Sumbawa Barat, upaya melestarikan tradisi membuat minyak obat tradisional melalui Festival Muharram ini telah digelar sejak tahun 2016 yang telah ditetapkan berlangsung setiap tahun di Desa Goa Kecamatan Jereweh Kabupaten Sumbawa Barat. Oleh karena itu, minyak obat tradisional di Kabupaten Sumbawa Barat identik dengan nama Minyak Jereweh.
Minyak Obat Tradisional
Minyak obat tradisonal yang dalam bahasa Sumbawa disebut minyak mido/medo adalah minyak kelapa yang dimasak bersama dengan ramuan yang berasal dari berbagai bagian tanaman atau rempah yang diyakini mengandung khasiat tertentu untuk kesehatan manusia.
Minyak obat tradisonal diyakini oleh masyarakat etnis Sumbawa sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Tergantung pada bahan/ramuan yang digunakan, minyak Jereweh secara tradisional diyakini dapat menyembuhkan keluhan-keluhan penyakit sebagai berikut:
1)             Menambah vitalitas laki-laki
2)            Menambah stamina
3)            Memudahkan persalinan ibu hamil
4)            Menyuburkan pasangan suami-istri
5)            Ibu baru bersalin
6)            Menyembuhkan luka
7)            Menyembuhkan luka bakar
8)           Mempercepat penyembuhan luka
9)            Penyembuhan koreng
10)        Sesak napas
11)         Rematik
12)        Salah urat (keseleo)
13)        Perut kembung
14)        Maag
15)         Sakit pinggang
16)        Patah tulang,
17)         Gigi sakit
18)        Sariawan
19)        Digigit serangga
20)       Pasca operasi
21)        Menyembuhkan ambeien
22)       Gangguan pencernaan/sakit perut
23)       Nyeri saat haid dan lain sebagainya.
Selain diyakini dapat menyembuhkan penyakit yang dapat dideteksi secara medis, minyak Sumbawa juga diyakini dapat menyembuhkan penyakit yang bersifat non-medis seperti sebagai penawar racun magis dan menolak sihir.
Kondisi Bisnis Minyak Obat Tradisonal di Sumbawa Barat
Meskipun pembuatan minyak obat tradisional ini telah berlangsung sejak lama dan semakin dipopulerkan melalui kegiatan Festival Muharram yang memakan biaya yang tidak sedikit. Namun demikian, keberadaannya belum memperlihatkan dampak ekonomi yang signifikan bagi pelaku usaha pembuat minyak obat tradisional ini. Para sanro/tabib ahli pembuat minyak obat tradisional belum mampu memproduksi minyak secara berkesinambungan dengan skala usaha mikro, kecil dan menengah untuk kepentingan komersial.
Dalam pantauan kami, saat ini hanya ada beberapa  sanro/tabib minyak obat tradisional yang mengembangkan usaha pembuatan minyak untuk komersial di antaranya:
1)             Keluarga Tabib Syekh Abdullah Bafadal dengan merek Warisan Leluhur dan Cap Akar
2)            Tabib Hamzah Al Khairid dengan merek Minyak MUAS;
3)            H. Abdul Rasyid dengan merek Minyak Tau Salaki;
4)            M. Wirahadi dengan merek Payung Kobar;
5)            UD Saling Sakiki dengan merek Minyak Sabongkang Sugan; dan
6)            Hairul Latief dengan merek Tapal Kuda.
Sedangkan ahli minyak yang lain hanya melakukan produksi dalam jumlah yang terbatas pada bulan muharram atau sesuai pesanan yang ada.
Oleh karena itu, konsumen minyak obat tradisional pun masih susah memperoleh minyak sewaktu-waktu karena produksinya masih sangat terbatas dan pemasarannya belum secara luas di warung-warung, toko obat, apotek dan lain sebagainya.
Terbatasanya produksi dan pemasaran minyak obat tradisional ini terkait dengan berbagai kendala yang dialami seperti keterbatasan modal usaha, kemampuan manajerial, dan kebijakan di bidang kefarmasian.
Para sanro/tabil sebagai pelaku usaha produksi minyak obat tradisional, sebagaimana pelaku usaha mikro, kecil dan menengah lainnya, selain keterbatasan modal usaha, mereka juga belum mempunyai kemampuan sumberdaya manusia yang dapat diandalkan dalam perencanaan produksi, quality control, pengemasan, pengembangan jaringan dan penetrasi pasar. Mereka juga masih memiliki sarana dan prasarana produksi dan pemasaran yang terbatas.
Dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada, para pelaku usaha produksi minyak obat tradisional tidak mampu mengikuti standar produksi dan pemasaran yang berlaku dalam produk obat tradisonal yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Minyak Jereweh sebagai Obat Tradisional
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Bimbingan Teknis tentang Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dalam Pembuatan Minyak Obat Tradisional oleh BPOM di Rumah Kebun Taliwang pada 7 September 2019 
Dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor HK. 00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
1)          Jamu yaitu obat tradisional yang berdasarkan dari pengalaman secara turun temurun, yang telah dibuktikan keamanannya dan khasiatnya dari generasi ke generasi. Untuk dapat digolongkan sebagai jamu, obat tradisional harus memenuhi kriteria:
a)       Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b)       Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; dan
c)        Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
        Jenis klaim penggunaan jamu sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium yang harus diawali dengan kata-kata: "Secara tradisional digunakan untuk ...", atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
2)   Obat Herbal Terstandar yaitu obat tradisional yang lebih teruji berkhasiat secara ilmiah/pra-klinis. Adapun jenis klaim penggunaan Obat Herbal Terstandar sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
3)       Fitofarmaka yaitu obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji pra-klinis dan uji klinis. Adapun jenis klaim penggunaan fitofarmaka sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
Sesuai dengan kriteria cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiatnya, berdasarkan pengelompokan tersebut, minyak obat tradisional digolongkan sebagai jamu.
Izin Produksi dan Izin Edar Minyak Obat Tradisional
Dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan 6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional disebutkan bahwa obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat tradisional.
Industri di bidang obat tradisional terdiri dari:
a.             Industri Obat Tradisional (IOT) yaitu industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
          IOT dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat tradisional untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Adapun IOT yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat tradisional untuk sebagian tahapan harus mendapat persetujuan dari Kepala Badan POM.
b.             Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) yaitu industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.
          IOT dan IEBA hanya dapat diselenggarakan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
Adapun usaha di bidang obat tradisional terdiri dari 4 jenis yaitu:
a.             Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) yaitu usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen.
          UKOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.             Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) yaitu usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.
          UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundangundangan).
c.              Usaha Jamu Racikan yaitu usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
d.             Usaha Jamu Gendong yaitu usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut juga mengatur bahwa setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri. Dikecualikan dari ketentuan tersebut untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
Dalam pemberian izin, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin untuk :
a.             IOT dan IEBA kepada Direktur Jenderal;
b.             UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; dan
c.              UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kendala Pengembangan Produksi dan Pemasaran UMOT
Berdasarkan kondisi para pelaku usaha produksi minyak obat tradisional yang ada, mengingat status usaha dilakukan oleh perorangan (usaha dagang), maka mereka hanya mampu memenuhi kriteria izin usaha mikro obat tradisional (UMOT) yang hanya dibolehkan membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Pengurusan izin produksinya cukup dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Terkait dengan izin edar, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia, minyak obat tradisional wajib memiliki izin edar yang diterbitkan oleh Kepala BPOM. Adapun pemberian izin edar dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.             menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;
b.             dibuat dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB);
c.              memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui;
d.             berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah; dan
e.             penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.
Menurut penjelasan yang disampaikan Abdillah Wibisono dari BPOM Provinsi Nusa Tenggara Barat tentang Prosedur Izin Produksi Minyak Sumbawa dalam kegiatan Pelayanan Prima dan Bimbingan Teknis Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik yang diselenggarakan di Rumah Kebun Taliwang pada 7 September 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan menjelaskan bahwa minyak obat tradisional Sumbawa digolongkan sebagai obat tradisional (Wibisono, 2019).
Oleh karena itu, sebagai bagian dari obat tradisional, pembuatan minyak obat tradisional harus diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) sebagaimana telah diterbitkan oleh BPOM Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012.
Menurut cara penggunaannya, minyak obat tradisonal dibagi menjadi 2 yaitu:
1)             Obat luar yang digunakan dengan cara dioles,gosok atau urut; dan
2)            Obat dalam yang digunakan dengan cara diminum. Tergantung tujuannya, ada minyak Sumbawa yang diminum tanpa campuran artinya hanya minyaknya saja, dan ada pula yang diminum dengan dicampur bersama bahan-bahan yang lain.
Terkait dengan instruksi penggunaan, meskipun minyak obat tradisonal ini sebagaimana telah berlaku secara umum di masyarakat dapat digunakan sebagai obat luar dengan cara oles, urut dan gosok dan obat dalam dengan cara diminum, namun BPOM tidak merekomendasikannya untuk diminum karena belum ada bukti ilmiah/pra-klinik yang dapat menjamin indikasi khasiat dan keamanan konsumen yang meminumnya (Wibisono, 2019).
Kondisi ini berimplikasi pada pelabelan. Pada penulisan keterangan label, minyak obat tradisional hanya boleh mencantumkan keguanaan sebagai obat luar, minyak urut, minyak gosok atau minyak oles. Untuk dapat digunakan sebagai obat dalam yang dapat diminum, minyak obat tradisioanl harus melampaui serangkaian uji pra-klinis/klinis dengan kriteria izin UKOT yang hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menjadikan Tradisi sebagai Kegiatan Ekonomi Produktif UMKM
Berbagai standar penerbitan izin produksi dan izin edar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini belum mampu dipenuhi oleh sanro/tabib pelaku usaha pembuat minyak obat tradisional, sehingga izin yang dapat diterbitkan hanya sebatas izin UMOT. Di samping itu, kebanyakan sanro/tabib pelaku usaha pembuat minyak obat tradisional memiliki kapasitas modal dan dan hasil penjualan yang masih terbatas.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengelompokkan UMKM berdasarkan kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan, kebanyakan usaha pembuatan minyak obat tradisonal memang masih dalam kriteria usaha mikro yaitu usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha milik perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan usaha mikro, perlu ditetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya secara optimal. Sehubungan dengan kondisi tersebut, usaha mikro obat tradisional perlu diberdayakan dengan cara penumbuhan iklim usaha yang mendukung disertai dengan pengembangan dan pembinaan secara intensif.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan UMOT, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.
Dalam hal ini, keberadaan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang di Kabupaten Sumbawa Barat didukung penuh dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 2 tahun 2019 tentang Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi di Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan Aksi Bela dan Beli Produk Kabupaten Sumbawa Barat perlu dioptimalkan pada aras implementasinya.
Dengan demikian maka tradisi membuat Minyak Jereweh dan Festival Melala dapat memberikan dampak ekonomi bagi para sanro/tabib, menjadi ikon produk unggulan masyarakat dan tentu dapat mewujudkan tujuan pemberdayaan UMKM untuk menumbuhkan dan mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah dalam rangka perluasankesempatan kerja, peluang berusaha, peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan mendukung pembangunan ekonomi nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dapat segera terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar