Gotong-Royong

<< Selamat atas Pelantikan Muhammad Rizal sebagai Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat 2020-2024>>

Sabtu, 30 Desember 2017

Strategi Pengembangan Potensi Sumberdaya Kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat

Pendahuluan
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geokonomi yang sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia diberkahi Tuhan YME dengan kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa sumberdaya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumputlaut, dan produk-produk bioteknologi); sumberdaya alam yang takterbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan sepertipasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.
Oleh karena itu, potensi kelautan sangat penting dikembangkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan kelautan tersebut diawali dengan adanya isu-isu permasalahan yang ada dan ditindaklanjuti dengan upaya pengelolaan kelautan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, terpadu, desentralisasi pengelolaan, pemberdayaan masyarakat dan kerjasama internasional.
Potensi dan peluang pengembangan potensi kelautan meliputi (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan dan perikanan, (5) pengembangan pulau-pulau kecil, (6) pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam, (7) deep sea water, (8) industri garam rakyat, (9) pengelolaan pasir laut, (10) industri penunjang, (11) pengembangan kawasan industri perikanan terpadu, dan (12) keanekaragaman hayati laut.
Kabupaten Sumbawa Barat yang berlokasi pada koordinat 116o42’00’’- 117o08’00’’ bujur timur dan 8o22’00’’ - 9o05’00’’ lintang selatan dengan garis pantai sepanjang 167,8 km mempunyai potensi sumberdaya kelautan yang tidak kalah seperti di bagian utara yang terbentang antara Labuhan Poto Tano sampai Labuhan Sepakek di Kecamatan Seteluk berkembang pesat pertambakan, sedangkan di bagian tengah yaitu Kecamatan Taliwang seperti di Teluk Labuhan Lalar yang dikembangkan sebagai sentra budidaya mutiara laut. Sementara itu di bagian selatan seperti Maluk dan sekitarnya yang merupakan pusat berkembangnya wilayah pariwisata bahari. Potensi pariwisata lainnya seperti Gugusan Gili Balu, Kenawa, Pantai Jelenga, Labuhan Balat dan sebagainya. Potensi kelautan lainnya yang mempunyai peluang besar untuk dikembangkan adalah potensi perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya.
Namun, selama ini potensi laut tersebut belum dikembangkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengembangkan berbagai potensi yang ada diperlukan strategi dan kebijakan yang tepat guna lebih mengembangkan potensi yang ada secara efektif dalam mewujudkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumbawa Barat.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan data primer yang diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara dengan pelaku usaha. Data primer ini diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting pengembangan potensi sumberdaya kelautan di lapangan.
Adapun data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi,dan literatur terbitan maupun yang disajikan dalam website pendukung yang menyajikan data siap pakai. Data sekunder diperoleh bersumber dari peraturan, petunjuk teknis, hasil kajian sebelumnya pada berbagai instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun perorangan yang terkait dengan obyek kajian di Kabupaten Sumbawa Barat seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa Barat.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis kondisi yang ada untuk menghasilkan strategi untuk melakukan suatu rencana pengembangan yang terdiri dari analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kekuatan (strenght) dan kelemahan (weakness) atau kelemahan.  Sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (oppurtunity) dan ancaman (threat). Analisis SWOT digunakan.

Sumberdaya Kelautan
Sumber daya laut merupakan sumber daya yang meliputi, ruang lingkup yang luas yang mencankup kehidupan laut (flora dan fauna, mulai dari organisme mikroskopis hingga paus pembunuh dan habitat laut) mulai dari perairan dalam sampai ke daerah pasang surut dipantai dataran tinggi dan daerah muara yang luas (Pigawati, 2005).
Potensi sumber daya kelautan di Indonesia begitu beragam baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sehingga seharusnya memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia. Sumber daya kelautan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu (1). Sumber daya dapat pulih, (2). Sumber daya tidak dapat pulih, (3). Sumber energi, dan (4). Jasa-jasa lingkungan kelautan (Kristiyanti, 2009). Ketiga jenis sumberdaya tersebut merupakan kekayaan alam yang potensial untuk dikembangkan dan dikelola sebagai sektor pembangunan andalan di masa yang akan datang.
Kusumastanto (2006) mengemukakan bahwa konsep ekonomi kelautan mengedepankan pembangunan ekonomi yang  mendayagunakan sumberdaya kelautan (ocean based resource) dan fungsi laut secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan didukung oleh pilar-pilar ekonomi berbasis daratan (land based economy) yang tangguh dan mampu bersaing dalam kancah kompetisi global antar bangsa. Kusumastanto (1997), Kusumastanto  et al (2000) dan Kusumastanto (2006) mengelompokkan aktivitas ekonomi di pesisir, laut dan lautan sebagai ekonomi kelautan (ocean economy)  yang terdiri dari 7 (tujuh) sektor yakni 1) perikanan; 2) pariwisata bahari; 3) pertambangan laut; 4) industri kelautan/maritim; 5) transportasi laut; 6) bangunan kelautan; dan 7) jasa kelautan. Batasan secara spasial ekonomi kelautan adalah ke darat adalah wilayah kabupaten/kota pesisir dan ke arah laut adalah  wilayah laut sampai  ZEE Indonesia serta Landas Kontinen Indonesia.
Keanekaragaman sumberdaya di bidang kelautan terlihat dari jenis potensi yang dimiliki yakni Pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources)  seperti sumberdaya perikanan beserta ekosistem laut dengan megabiodiversitasnya. Kedua, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti sumberdaya minyak, gas, dan berbagai jenis mineral lainnya. Ketiga, selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam fungsi dan jasa kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan nasional seperti transportasi laut, pariwisata bahari, energi terbarukan (pasang surut, OTEC dll), industri kelautan/maritim, dan jasa lingkungan laut. Potensi ekonomi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional.
Berbagai pihak memanfaatkan dan berinteraksi dengan lingkungan laut mulai dari pelaut, nelayan komersial, pemanen kerang, ilmuwan dan lain-lain. Dan digunakan untuk berbagai kegiatan baik rekreasi, penelitian, industri dan kegiatan lain yang bersifat komersial.
Beberapa potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan di sektor kelautan meliputi:
  1. Perikanan
  2. Parawisata Bahari
  3. Transportasi Laut
  4. Industri Maritim
  5. Pertambangan (Energi dan Sumberdaya Mineral)
  6. Bangunan Kelautan
  7. Jasa Kelautan
Peluang dan Tantangan Pengembangan Sumberdaya Kelautan
Kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. Istilah common property ini lebih mengarah pada kepemilikan yang berada di bawah kontrol pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumberdaya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumberdaya tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya. Ini berarti sumberdaya tersebut tidak terdefinisikan dalam hal kepemilikannya sehingga menimbulkan gejala yang disebut dengan dissipated resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang semestinya diperoleh dari pengelolaan yang optimal. Dengan adanya sifat sumberdaya yang quasi open access tersebut, maka tindakan salah satu pihak yang merugikan pihak lain tidak dapat terkoreksi oleh pasar (market failure). Hal ini menimbulkan ketidak efisienan ekonomi karena semua pihak akan berusaha mengeksploitasi sumberdaya sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang akan mendapat keuntungan. Kondisi seperti inilah yang terjadi saat ini. Dengan didukung oleh teknologi, pihak-pihak yang lebih kuat dan mampu mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan sehingga terjadi hukum rimba (siapa yang kuat, dia yang menang) dan daya produksi alamiah menjadi terganggu.
Adanya degradasi lingkungan pesisir dan laut. Pada awal tahun 80-an, banyak pihak yang tersentak setelah menyaksikan kebijakan pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan produktivitas ternyata telah menimbulkan kerusakan yang serius terhadap lingkungan. Program modernisasi perikan contohya, yang bertujuan menigkatkan produksi hasil tangkapan nelayan menggunakan teknologi penangkapan yang semakin modern tidak disertai dengan sosialisasi pemahaman yang baik terhadap lingkungan kelautan. Hal ini berakibat fatal terhadap kelestarian lingkungan karena terjadi ekploitasi sumberdaya secara maksimal tanpa memperhatikan potensi lestari yang ada. Degradasi lingkungan pesisir dan laut yangmanjdi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir dan nelayan akibat faktor-faktor lain masih berlanjut hingga saat ini seperti misalnya pencemaran lingkungan perairan akibat limbah industri dan rumah tangga. Selain merusak potensi sumberdaya perairan, degradasi lingkungan ini juga berakibat buruk bagi kesehatan dan kelangsungan hidup manusia, terutama masyarakat pesisir.
Kemiskinan dan kesejahteraan nelayan. Perikanan di Indonesia melibatkan banyak stakeholders. Yang paling vital adalah nelayan kecil yang merupakan lapisan yang paling banyak jumlahnya. Mereka hidup dalam kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi yangberakar pada faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Sedangkan faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasn daya jangkau teknologi, ketimpangan dalam sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran, tidak berfungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang ada. Perubahan sosial ekonomi di desa-desa pesisir atau desa nelayan telah memperjelas garis stratifikasi sosial masyarakatnya. Nelayan buruh telah memberikan kontribusinya terhadap akumulasi kekayaan ekonomi pada sebagian kecil masyarakatnya yang memiliki alat produksi serta pihak yang menguasai modal dan pasar. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan kehidupan yang melanda tumah tangga nelayan buruh tidak memungkinkan anggota keluarganya terlibat aktif dalam tanggung jawab sosial di luar permasalahan kehidupan yang substansial bagi mereka. Faktor yang demikian sering menjadi alasan bagi pihak lain untuk menilai secara negatif perilaku sosial masyarakat nelayan. Persepsi seperti ini hanya melestarikan kesenjangan hubungan sosial dalam relasi politik antara pemerintah dan masyarakat nelayan. Dalam jangka panjang, hal ini tidak menguntungkan untuk mendorong perwujudan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan reorientasi model kepemimpinan dan sasaran perencanaan pembangunan agar lebih kontekstual dan partisipatif.
Akses pemanfaatan teknologi yang terbatas. Semakin tingginya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, menuntut masyarakat untuk memaksimalkan produksi mereka. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan penggunaan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi lingkungan. Salah satu contohnya adalah penggunaan bom ikan dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah. Contoh lain adalah adanya kesenjangan penggunaan teknologi antara nelayan besar dan tradisional yang berakibat pada makin terdesaknya nelayan tradisional dalam persaingan pemanfaatan sumberdaya laut, sehingga banyak yang beralih profesi menjadi buruh nelayan atau buruh bangunan.
Peraturan dan kebijakan yang kurang kondusif. Dengan lahirnya aturan main yang menyangkut hak kepemilikan sumberdaya pada tingkat lokal, secara tidak langsung akan memberikan hak kepemilikan (property rights) kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara lebih rasional mengingat ketersediaan sumberdaya serta terdegradasinya sumberdaya akan menentukan tingkat kemakmuran masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kebijakan pembangunan perikanan yang dijalankan seharusnya tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi (khususnya peningkatan devisa negara dari ekspor hasil laut), tetapi juga diimbangi secara proporsional dengan komitmen menjaga kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. Di samping itu, harus pula ada komitmen yang tinggi dan konsisten dalam menegakkan peraturan hukum yang berlaku agar dapat menghindari terjadinya konflik-konflik sosial dan ekonomi. Kearifan lokal harus dapat diakomodir sebagai salah satu pranata hukum yang dapat memperkecil terjadinya konflik antar nelayan. Salah satu bentuk akomodasi kearifan lokal ini adalah melalui penyusunan tata ruang wilayah pesisir. Hingga saat ini masih belum banyak daerah dan kawasan pesisir yang memilikinya sehingga belum memiliki kesamaan misi dari berbagai pengaturan dan kebijakan yang dibuat untuk pengelolaan sumberdaya tersebut (Rudyanto, 2004).
 
Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berkelanjutan
Dalam kondisi ketersediaan sumber daya bagi pembangunan yang semakin terbatas, eksplorasi, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi penting dan merupakan prioritas perhatian bagi setiap negara. Sebagai negara kepulauan yang memiliki laut sangat luas, sumber daya kelautan mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sementara itu, kondisi empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal dalam peningkatan pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Bidang kelautan dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi penting karena: (a) kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat; (b) pada umumnya ouput dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumber daya lokal; (c) dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap tenaga kerja cukup banyak; (d) umumnya berlangsung di daerah; dan (e) industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui (renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan perlu diperhatikan daya dukung dan kemampuan asimilasi wilayah laut, pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Kesinambungan ketersediaan sumber daya ini merupakan kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan. Oleh karena itu, semua negara harus mampu mengembangkan suatu pola pemanfaatan yang berkelanjutan dan mempelajari bagaimana mengimplementasikan prinsip pengelolaan kelautan (ocean management).
Dengan adanya dukungan semua pihak serta usaha yang lebih komprehensif dan nyata dari pemerintah, diharapkan sektor kelautan dan perikanan mampu menjadi sektor basis yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi negara. Sehingga dengan pertumbuhan tersebut akan menciptakan efek pengganda (multiplier effect) yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan negara secara keseluruhan serta memacu pertumbuhan sektor-sektor lainnya.

Gambaran Umum Kabupaten Sumbawa Barat
Kabupaten Sumbawa Barat merupakan salah satu kabupaten di wilayah administratif Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sumbawa yang disahkan pembentukannya berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003.
Secara geografis Kabupaten Sumbawa Barat terletak di ujung barat Pulau Sumbawa yang berada di antara 116” 42’ sampai dengan 118” 22’ bujur timur dan 8’ 8’  sampai dengan 9’ 7’ lintang selatan dengan luas daratan 1.849,02 km2 dan garis pantai sepanjang 168 km dengan 8 kecamatan yang terdiri dari 57 desa dan 7 kelurahan.
Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Suhu maksimal mencapai 33,2°C dan minimal mencapai 20,5°C Sedangkan curah hujan rata-rata dalam setahun 2.156 mm dengan rata-rata jumlah hari hujan 95 hari. Sedangkan secara topografi, Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai permukaan bumi yang beragam, mulai dari datar, bergelombang curam sampai sangat curam dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga 1.730 m di atas permukaan laut, meliputi: datar seluas 21.822 hektar (11,80 %), bergelombang seluas 16.369 hektar (8,85 %), curam seluas 53.609 hektar (28,99 %), dan sangat curam seluas 93.102  hektar (50,35 %). Oleh karena itu, kondisi iklim dan beragamnya kondisi geografis di Kabupaten Sumbawa Barat sangat memungkin untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya berbagai komuditas hortikultura baik tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi.
Dari aspek ketersediaan lahan, Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai lahan pertanian seluas 33,280 hektar atau 18% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat yang terdiri dari sawah seluas 12.428 ha, tegalan/kebun seluas 6.083 ha, ladang/huma seluas 2.394 ha, perkebunan seluas 5.098 ha, hutan rakyat seluas 2.664 ha, padang rumput seluas 2.685 ha, dan lahan yang sementara belum diusahakan seluas 1.928 ha (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017).

Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB
Kinerja ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat terus menguat setiap  tahunnya, dan pada tahun 2016 pertumbuhan ekonominya mencapai 7,14% yang berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB sebesar 5,82%. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut ditopang oleh besarnya PDRB Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2014 yang mencapai Rp 22,2 triliun rupiah dan pada tahun 2015 meningkat menjadi Rp 25,8 triliun pada Tahun 2016 (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017).
Pada dasarnya besarnya PDRB Sumbawa Barat didominasi oleh  sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar Rp 22,6 triliun rupiah (87,34%), lalu diikuti oleh sektor pertanian yang berkontribusi sebesar 748,8 miliar rupiah (3,27%). Sedangkan 15 sektor lainnya bila diakumulasikan memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu 2,228 miliar rupiah (9,77%).

Kependudukan
Jumlah penduduk Sumbawa Barat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2016 diproyeksikan berjumlah 137.072 jiwa terdiri dari 69.477 laki-laki dan 67.595 perempuan dengan sex ratio 103. Sumbawa Barat tiap tahunnya bertambah padat, hal ini terlihat dari terus meningkatnya kepadatan penduduk dari 72 jiwa/km2 tahun 2015 menjadi 74 jiwa/km2 di tahun 2016. (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017)
Penyebaran penduduk Sumbawa Barat belum merata dan masih terkonsentrasi di wilayah tertentu. Kecamatan Taliwang tercatat sebagai kecamatan terpadat kedua setelah Maluk, dengan penduduk mencapai 140 jiwa per km2, sementara di setiap satu kilometer persegi wilayah Kecamatan Maluk rata-rata dihuni sekitar 151 jiwa per km2. Posisi Kecamatan Maluk yang terletak di daerah lingkar tambang dan status Kecamatan Taliwang sebagai pusat pemerintahan menjadi salah satu penyebab tingginya konsentrasi penduduk di dua kecamatan.
Tingkat kepadatan penduduk KSB tergolong “sangat jarang”, dengan penyebaran penduduk antar kecamatan “relatif tidak merata”, dimana desa-desa di Kecamatan Taliwang dan Maluk lebih padat dari desa-desa di Kecamatan Seteluk, Poto Tano, Brang Rea, Brang Ene, Jereweh dan Sekongkang (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2013-2017).
Pada periode 2015-2016 laju pertumbuhan penduduk Sumbawa Barat mencapai 2,76 persen per tahun, termasuk tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di Provinsi  Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mencapai 1,25% (BPS Provinsi NTB, 2017).

Ketenagakerjaan dan Lapangan Pekerjaan
Kabupaten Sumbawa Barat berpenduduk 137,072 jiwa. Sebanyak 60,474 atau 44,12 persen penduduk Kabupaten Sumbawa Barat  merupakan penduduk yang aktif secara ekonomi yaitu penduduk yang termasuk angkatan kerja. Hal ini ditunjukkan dari angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 70,91 persen. Sisanya 29,09 persen tidak aktif secara ekonomi, yaitu penduduk dengan kegiatan utama sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya. Adapun pengangguran mencapai 5,244 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan  angkatan kerja.
Dilihat dari sisi gender pada Tahun 2015, TPAK laki-laki masih lebih tinggi dibanding dengan perempuan, yaitu masing-masing sebesar 85,90 persen  dan 55,76 persen. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa secara umum kesempatan laki-laki dalam kegiatan ekonomi masih relatif lebih besar dibanding perempuan. Hal ini terkait dengan persepsi gender yaitu budaya/tradisi masyarakat yang pada umumnya menempatkan laki-laki (suami sekaligus kepala rumah tangga) sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.
TPAK di Kabupaten Sumbawa Barat  yang cukup tinggi menggambarkan bahwa Kabupaten Sumbawa Barat  memiliki kondisi perekonomian yang mendukung, setidaknya dari sisi ketenagakerjaan. 
Dari sisi pendidikan, 14,08 persen angkatan kerja merupakan tamatan pendidikan tinggi, 29,17 persen tamatan sekolah menengah atas dan sisanya 56,75 persen merupakan tamatan SMP, SD dan tidak tamat sekolah (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017).
Dari sisi lapangan usaha, angkatan kerja Kabupaten Sumbawa Barat terdistribusi pada beragam kegiatan dengan lapangan usaha pertanian sebagai sektor dominan sebesar 32,46 persen yang disusul oleh sektor jasa sebesar 21,70 persen dan selanjutnya sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 21,70  persen. Sedangkan sisanya 24,14 persen terdistribusi pada sektor-sektor lain yang jumlahnya relatif kecil (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2016).

Potensi Pengembangan Perikanan
Potensi sumberdaya perikanan laut Kabupaten Sumbawa Barat cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Namun ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas usaha dalam kegiatan penangkapan. Tetapi walaupun demikian, potensi perikanan laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sebagai contoh pada tahun 2016 berdasarkan perhitungan dari harga tingkat produsen, nilai perikanan tangkap di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 3,633.48 ton dengan nilai Rp 109 miliar, naik dari tahun 2015 yang hanya Rp 106,2 miliar (Diolah dari Data BPS Sumbawa Barat, 2017).
Selanjutnya kegiatan budidaya perikanan, pemanfaatan potensi pengembangan budidaya perikanan dapat dilakukan melalui pembenihan, pembudidayaan, penyiapan prasarana, pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan produksi perikanan budidaya. Kegiatan budidaya perikanan di laut dapat diklasifikasikan menjadi marikultur dan budidaya air payau. Untuk usaha marikultur biasanya menggunakan jaring apung, sedangkan usaha budidaya air payau menggunakan kolam dan petak tambak.
Selain itu, sumberdaya kelautan menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati yang memberikan berbagai macam kegunaan dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, di antaranya untuk makanan, minuman, farmasi dan kosmetik. Dalam pemanfaatan kekayaan sumberdaya laut tersebut, perlu pula dilakukan pengembangan industri bioteknologi kelautan.
Sumber daya alam hayati di laut Indonesia seperti perikanan perlu dijaga dengan baik dari praktik-praktik perikanan yang tidak lestari seperti pengeboman ikan dan penangkapan dengan menggunakan bahan kimia yang berbahaya yang termasuk dalam kategori Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) dan fisheries crimes baik dilakukan asing maupun domestik. Selain itu, budidaya perikanan laut (marine aquaculture) perlu dikembangkan secara maksimal. Kekayaan laut di bidang perikanan perlu dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk nelayan melalui kebijakan di bidang perikanan tangkap dan budidaya yang berkelanjutan dengan memberikan kemudahan akses dana dan modal insentif kerja kepada nelayan, serta tidak memberikan izin penangkapan ikan kepada investor asing.

Potensi Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap masih merupakan penyumbang terbesar dalam pemenuhan kebutuhan pasokan ikan di Kabupaten Sumbawa Barat. Pada Tahun 2016, produksi perikanan tangkap di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 3,633.48 ton. Angka ini merupakan angka produksi tertinggi selama 5 tahun terakhir ini. Data yang produksi perikanan tangkap dari beberapa pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Sumbawa Barat menunjukkan adanya trend peningkatan dalam 5 tahun terakhir ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Sumbawa Barat

Dari data yang ditunjukkan pada Grafik 5.1 di atas diketahui bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Sumbawa Barat senantiasa mengalami peningkatan. Meskipun pada Tahun 2014 sempat mengalami penurunan produksi, namun jika angka produksi tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2012, maka ada kenaikan sebesar 41,69% .
Adanya peningkatan produksi perikanan tangkap ini tidak terlepas dari intervensi pemerintah yang memberikan sejumlah bantuan kepada kelompok nelayan untuk meningkatkan produksi seperti sarana perikanan tangkap berupa perahu, mesin dan jaring.
Pemerintah terus mendorong para nelayan agar senantiasa meningkatkan produksi sehingga kesejahteraan nelayan bisa lebih meningkat.
Adapun jenis dan jumlah ikan yang ditangkap nelayan sangat beragam yang terdiri dari ikan pelagis, demersal. udang, kepiting dan sebagainya (BPS Sumbawa Barat, 2017).
Sedangkan lokasi pendaratan ikan yang potensial untuk dikembangkan pangkalan pendaratan ikan (PPI) di antaranya Teluk Senutuk, Pantai Tropy, Teluk Maluk, Teluk Jelenga, Dasan Anyar, Labuhan Lalar, Pantai Balat, Kertasari, Poto Tano, Kiantar, Sepakek dan Tua Nanga.

Potensi Perikanan Budidaya
Berangkat dari kondisi yang ada dan praktek yang telah berlangsung selama ini di Kabupaten Sumbawa Barat, ada beberapa komoditas perikanan budidaya laut yang telah dikembangkan di antaranya mutiara, kerapu, lobster dan rumput laut.
Potensi rumput laut 1.550 ha dengan pemanfaatan seluas 350,70 ha, kerapu 125 ha dengan pemanfaatan 0,45 ha, lobster 125 dengan pemanfaatan 0,22 ha, dan mutiara seluas 1.425 ha dengan pemanfaatan 350,70 (BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017).
Potensi lokasi untuk pengembangan perikanan laut yang tersedia cukup luas, hanya saja pemanfaatannya baru 12,20 persen dari total luas yang tersedia.
Potensi terbesar yang sudah dikembangkan baru potensi rumput laut seluas 22,63 persen disusul potensi mutiara seluas 2,95 persen. Sedangkan pemanfaatan potensi kerapu dan lobster masih berada di bawah 1 persen. Selain 4 komoditas tersebut, perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat juga potensial untuk pengembangan kakap, baronang, teripang dan abalon.
Dalam upaya pengembangan potensi tersebut diperlukan data terkait dengan kondisi perairan laut. Pengetahuan tentang kondisi perairan ini sangat penting untuk mengetahui kesesuaian budidaya berbagai komoditas dengan lokasi yang ada. Untuk mengukur kesesuaian lokasi budidaya, perlu diperlukan parameter kesesuaian kawasan perairan untuk menentukan kesesuaian pemanfaatan lahan secara spasial dengan menggunakan konsep evaluasi perairan.
Evaluasi perairan perlu dilakukan sebab air merupakan media kehidupan ikan yang sangat menentukan berhasil tidaknya dalam suatu usaha budidaya. Faktor penentu ini dikarenakan seluruh kehidupan ikan sangat bergantung pada kondisi air, antara lain; untuk kebutuhan respirasi, keseimbangan cairan tubuh, proses fisiologis serta ruang gerak.  Untuk mengetahui kondisi air yang dibutuhkan ikan, maka diukur dengan parameter air antara lain; kandungan gas terlarut, kandungan bahan kimia terlarut, suspensi partikel, suhu, serta debit air.
Kebutuhan kondisi air ini sangat berpengaruh pada pengkondisian kualitas yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Untuk memudahkan pengelolaan dalam kualitas air, maka parameter kualitas air dibedakan dalam 3 bagian yaitu berdasarkan fisika, kimia dan biologi.
Kualitas air pada pemeliharaan ikan mudah sekali berfluktuasi yang dipengaruhi oleh aktifitas kehidupan ikan itu sendiri maupun oleh lingkungan sekitarnya. Kecenderungan akibat pengaruh ini seringkali dapat menurunkan kualitas air yang dapat menyebabkan terganggunya fisiologis ikan. Hal ini akibat dari ikan yang mengeluarkan hasil metabolisme berupa urine dan kotoran serta pencemaran oleh lingkungan sekitarnya.
Kebutuhan parameter kualitas air sangat bergantung pada jenis dan stadia ikan. Pada stadia larva dan anakan ikan, cenderung rentan terhadap perubahan suatu parameter kualitas yang berfluktuasi tinggi. Untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik bagi telur, larva dan anakan ikan dalam wadah pemeliharaan benih ikan, maka air sebagai media hidup harus dikelola agar memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang sesuai denga-n syarat kebutuhan anak ikan tersebut.  Untuk hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu pengelolaan kualitas air dengan baik.
Pengelolaan suatu kualitas air dengan cara mengamati parameter-parameter kualitas air yang dibutuhkan ikan.
Beberapa parameter fisik, kimia perairan di nataranya suhu, salinitas, dissolved Oxygen (DO), derajat keasaman (pH), kedalaman perairan, arus laut, material dasar perairan, kecerahan dan keterlindungan.
Memperhatikan kondisi fisika dan kimia perairan laut yang telah dipaparkan pada bagain terdahulu, ada beberapa komoditas yang sesuai dikembangakan di Kabupaten Sumbawa Barat, antara lain yaitu:
  •  Rumput Laut
Rumput laut adalah komoditas unggulan di perikanan budidaya subsektor budidaya laut. Rumput laut yang sering dibudidayakan dan dikembangkan diperairan laut selama ini adalah jenis Euchema cottonii.
Adapun Lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Kertasari, Teluk Labuhan Lalar, Teluk Jelenga, dan Teluk Balas dengan teknologi patok dasar, long line.
  • Kerapu
Ikan kerapu (groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis tinggi yang terdapat di perairan Indonesia. Tingginya harga komoditas ini juga karena ketersediaannya di alam bebas mulai berkurang. Di Indonesia, dewasa ini kegiatan perikanan ikan kerapu semakin digalakkan sejalan dengan bertambahnya permintaan ikan kerapu, baik untuk memenuhi dalam negeri khusunya dalam melayani permintaan hotel-hotel dan restoran bertaraf internasional, maupun sebagai komoditas ekspor yang akhir-akhir ini semakin besar permintaannya dalam bentuk hidup.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya kerapu di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Labuhan Balat, Teluk Labuhan Lalar, Teluk Benete, dan Teluk Balas dengan teknologi karamba jaring apung

  • Kakap
Ikan kakap merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk pasar internasional. Komoditas ini dapat dibudidayakan di laut dan di tambak karena kakap termasuk ikan yang memiliki toleransi cukup besar terhadap kadar garam.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya kerapu di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Labuhan Balat, Teluk Labuhan Lalar, Teluk Benete dan Teluk Balas dengan teknologi karamba jaring apung.
  • Baronang
Ikan beronang memiliki nama ilmiah Siganus sp. Ikan ini sebenarnya cukup potensial untuk dikembangkan. Ikan ini termasuk ikan yang memiliki daging yang gurih dan disukai banyak orang. Sifatnya primary herbivor, suka memakan plankton dan makanan buatan. Ikan ini termasuk komoditas yang mudah dibudidayakan karena mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam dan perubahan suhu.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya baronang di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Labuhan Balat, Teluk Labuhan Lalar, dan Teluk Balas dengan teknologi karamba jaring apung.
  • Teripang
Teripang termasuk komoditas perairan laut yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Komoditas ini biasa ditemukan di daerah pasang surut air laut sampai dengan daerah laut dalam.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya teripang di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuhan Bugis, Teluk Kertasari, dan Teluk Jelenga dengan teknologi karamba jaring apung dan pen culture.
  • Mutiara
Budidaya mutiara adalah salah satu peluang bisnis yang cukup potensial. Mutiara memiliki bentuk yang indah dan harga yang cukup mahal di pasaran sehingga industri budidaya kerang mutiara diprediksi akan berkembang pesat di masa depan.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya mutiara di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Balat, Teluk Labuhan Lalar, dan Teluk Benete dengan teknologi rakit dan long line.
  • Udang Lobster
Lobster (Panulirus spp) atau dikenal pula dengan nama udang barong atau udang karang merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi penting. 
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya mutiara di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Kertasari, Teluk Labuhan Balat, Teluk Labuhan Lalar, dan Teluk Balas dengan teknologi karamba jaring apung.
  • Abalon (Haliotis sp)
Abalon merupakan salah satu kekerangan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi yaitu mencapai U$$ 10-12 per kilogram jika dijual dalam keadaan hidup.
Adapun lokasi yang sesuai untuk budidaya mutiara di Kabupaten Sumbawa Barat di antaranya Teluk Labuberu, Teluk Batu Pisak, Teluk Pebanang, Teluk Nanga Boa, Teluk Labuhan Bugis, Teluk Kertasari, Teluk Labuhan Balat, Teluk Labuhan Lalar, Teluk Jelenga, dan Teluk Balas dengan teknologi karamba jaring apung dan pen culture.

Potensi Parawisata Bahari
Kabupaten Sumbawa Barat dengan garis pantai sepanjang 168 km menyimpan potensi pariwisata bahari yang tidak kalah dengan daerah-daerah lain yang telah berkembang. Di antara potensi yang dimiliki yaitu keindahan panorama pantai, ombak, alam bawah laut, serta kekayaan flora dan fauna.
Kawasan pesisir dan laut Kabupaten Sumbawa Barat merupakan tempat ideal bagi seluruh jenis aktivitas pariwisata bahari yang meliputi menyelam, berselancar, berlayar, pesiar, bermain jet ski, berselancar angin, serta mengunjungi resort-resort yang tersedia di pulau-pulau kecil.
  • Kawasan Konservasi Taman Pulau Kecil Gugusan Gili Balu. Berada di Desa Poto Tano Kecamatan Poto Tano dengan luas kawasan 6,728 ha. Disebut Gili Balu (Pulau Delapan) karena merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terdiri dari 8 pulau yaitu Pulau Kenawa, Pulau Paserang, Pulau Kalong, Pulau Namo, Pulau Ular, Pulau Mandiki, Pulau Paserang, Pulau Kambing, dan Pulau Belang.  Di antara pulau-pulau dalam Kawasan Konservasi Taman Pulau Kecil Gugusan Gili Balu, Pulau Kenawa dan Pulau Paserang telah dikembangkan sebagai obyek wisata bahari Kabupaten Sumbawa Barat. Kawasan Gili Balu juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler sehingga memudahkan komunikasi ke semua tujuan.
  • Pulau Kenawa. Berada di Desa Poto Tano dengan luas 13,8 ha, dan garis pantai sepanjang 1,73 km yang merupakan daratan dengan padang rumput yang hampir lebih dari sebagian luas pulau, vegetasi mangrove menutupi sekitar ¼ garis pantai. Sedangkan tipologi pantai pada umumnya berpasir putih. Pulau Kenawa memiliki potensi yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai lokasi wisata bahari. Pulau tersebut selain memiliki keindahan  dan panorama alam (mangrove dan pasir putih) juga memiliki keindahan alam laut dan ekosistemnya. Telah tersedia beberapa fasilitas berupa dermaga kayu, gazebo dan telah dilengkapi 2 unit toilet umum untuk pelayanan pengunjung. Pulau ini bisa diakses dengan perahu wisata dengan jarak tempuh 15 menit dari Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat.
  • Pulau Paserang. Berada di Desa Poto Tano dengan luas  45,77 ha dan garis pantai sepanjang 2,50 km. Yang didominasi oleh padang rumput yang hampir lebih dari sebagian luas Pulau, daratan yang cukup luas terdapat di bagian selatan dengan perbukitan di sebelah utaranya. Vegetasi mangrove menutupi sekitar ¼ garis pantai Pulau Paserang. Pulau ini tidak berpenghuni namun terkesan sangatlah indah untuk dijadikan tempat wisata. Di lahan dataran rendah terdapat bekas-bekas aktivitas pertanian lahan kersing semusim. Aktivitas manusia di pulau ini relatif jarang yaitu persinggahan nelayan dan rekreasi. Untuk menunjang kegiatan rekreasi dan wisata, di pulau ini terdapat dermaga kayu dan berugak. Pulau Paserang merupakan pulau yang dikembangkan sebagai daerah wisata, dimana di pulau ini sedang dibangun beberapa cottage sebagai tempat penginapan. Lokasi cottage ini berada di selatan Pulau Paserang yang menghadap Pulau Kambing dan Pulau Sumbawa. Di pulau ini juga terdapat bukit dengan sabana yang luas. Dapat diakses dengan perahu wisata dengan jarak tempuh 20 menit dari Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat. Pulau Paserang telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Pelabuhan Poto Tano. Berada di Desa Poto Tano dengan panjang garis pantai 360 m. Pantai dengan pasir putih dan air laut yang jernih. Cocok untuk menikmati panorama alam laut, berenang dan menyelam. Berada persis berdampingan dengan Pelabuhan Penyeberangan Poto Tano. Di pantai ini belum tersedia fasilitas apapun, namun bisa diakses dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan tanah yang rata. Pantai Pelabuhan Poto Tano juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler sehingga memudahkan komunikasi ke semua tujuan.
  • Pantai Pasir Putih Poto Tano. Berada di Desa Poto Tano dengan panjang garis pantai 2,1 km. Pantai dengan pasir putih dan air laut yang jernih. Cocok untuk menikmati panorama alam laut, berenang dan menyelam. Berada di sebelah barat perkampungan penduduk dan Pelabuhan Poto Tano dengan jarak 1 km.  Di pantai ini belum tersedia fasilitas apapun, namun bisa diakses dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan tanah yang rata. Pantai Pasir Putih Poto Tano juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Kertasari. Berada di Desa Kertasari Kecamatan Taliwang dengan panjang garis pantai 1,6 km. Pantai berpasir putih dengan air laut yang jernih, cocok untuk berselancar dan menikmati panorama alam laut dengan matahari yang sangat jelas di sebelah barat. Di Pantai Kertasari telah tersedia fasilitas pendukung berupa hotel dan beberapa homestay. Dapat diakses dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan darat yang berlapis aspal hotmix sejauh 10 km dari Taliwang ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai Kertasari juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Balat. Berada di Kelurahan Telaga Bertong Kecamatan Taliwang dengan panjang garis pantai 4,5 km. Pantai ini berpasir hitam yang dekat dengan perkampungan nelayan. Beberapa fasilitas tempat bersantai dan hotel telah tersedia termasuk rumah makan yang menyediakan masakan khas Sumbawa. Cocok untuk tempat berenang dan piknik bersama keluarga. Pantai Balat dapat dicapai dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan darat yang berlapis aspal hotmix sejauh 8,5 km dari Pusata Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai Balat juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Poto Batu. Kelurahan Telaga Bertong Kecamatan Taliwang dengan panjang garis pantai 200 meter. Pantai Poto Batu masih satu deretan ke arah selatan Pantai Balat di sebelah barat daya Kelurahan Telaga Bertong Kecamatan Taliwang. Pantai Ini berpasir hitam, namun mudah dijangkau karena tepat berada di perlintasan jalan raya yang menghubungkan Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Jereweh. Pada saat cuaca terang, matahari tenggelam dapat terlihat jelas di sebelah barat Pantai Poto Batu ini. Pesonanya menarik karena terdapat bongkahan bukit batu yang berlubang. Pantai Poto Batu dapat dicapai dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan darat yang berlapis aspal hotmix sejauh 8 km dari Pusata Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai Poto Batu juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Poyang dan Labu Rea. Berada di Desa Dasan Anyar Kecamatan Jereweh dengan panjang garis pantai 1,5 km. Pantai Poyang dan Labu Rea berada di sebelah barat Desa Dasan Anyar Kecamatan Jereweh. Pantai berpasir hitam ini mempunyai panjang garis pantai 1,5 km, namun memiliki ombak yang tenang sehingga cocok untuk kegiatan wisata keluarga, berenang dan memancing ikan. Pantai ini telah dibangun beberapa beruga tempat untuk bersantai menikmati pemandangan laut. Pantai Poyang dan Labu Rea dapat dicapai dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan usaha tani sepanjang 1,7 km dari Desa Dasan Anyar Kecamatan Jereweh ke arah barat. Pantai Poyang dan Labu Rea juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Dedap. Berada di Desa Goa Kecamatan Jereweh dengan panjang garis pantai 400 meter.  Pantai Dedap merupakan pantai dengan pasir putih yang penuh pesona. Di sore hari matahari tenggelam sangat jelas terlihat di pantai ini dan pada malam hari didatangi berbagai spesies penyu bersarang meletakkan telurnya. Pantai ini masih sangat perawan, belum ada fasilitas apapun di sekitarnya bahkan tidak ada akses kendaraan yang dapat menjangkaunya, untuk mencapainya hanya dengan berjalan kaki atau menggunakan perahu lewat jalur laut. Di Pantai Dedap belum terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Jelenga. Berada di Desa Beru Kecamatan Jereweh dengan panjang garis pantai 3,9 km. Terletak di Dusun Jelenga Desa Beru Kecamatan Jereweh yang bisa ditempuh 30 menit dari Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat atau sekitar 10 menit dari Jereweh.  Pantai yang dikelilingi oleh bukit dan memiliki hamparan pasir putih yang memanjang utara-selatan ini memiliki  ombak yang telah dikenal oleh para peselancar dunia. Bahkan beberapa event perlombaan selancar kelas dunia pernah diadakan di pantai ini. Fasilitas hotel dan homestay telah tersedia di Pantai Jelenga yang disediakan bagi para wisatawan yang datang berkunjung. Sebagian Pantai Jelenga belum terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Benete. Berada di Desa Benete Kecamatan Maluk dengan panjang garis pantai 987 meter. Pantai Benete berada di Teluk Benete yang menampilkan pesona alam yang indah. Meskipun pasirnya hitam, namun memiliki pemandangan yang menawan terutama pada sore atau malam hari karena di pantai ini kita  dapat melihat gemerlapnya lampu-lampu dari pelabuhan milik perusahaan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara. Pantai ini dilengkapi dengan fasilitas kuliner, lahan parkir, toilet umum dan mushallah yang memadai sehingga sesuai menjadi lokasi santai bersama keluarga. Pantai ini dapat diakses dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 melalui jalan hotmix yang bagus. Melalui jalur laut dapat ditempuh selama 40 menit dengan fasilitas kapal cepat dari Pelabuhan Kayangan di Kabupaten Lombok Timur. Hanya berjarak 2,5 km dari Kota Maluk atau 13 km dari Kecamatan Jereweh. Pantai Benete telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Maluk. Berada di Desa Pasir Putih Kecamatan Maluk dengan panjang garis pantai 2,1 km. Berada di kota kecamatan bernama Maluk yang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam perjalanan dari Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai Maluk merupakan pantai berpasir putih yang menjadi salah satu tujuan wisata andalan Kabupaten Sumbawa Barat. Di sekitarnya terdapat beberapa fasilitas hotel, restauran dan tempat hiburan sehingga membuat nyaman bagi wisatawan yang datang menikmati keelokan pantai ini. Pantai Maluk telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Balas. Berada di Desa Pasir Putih Kecamatan Maluk dengan panjang garis pantai 780 meter. Sama seperti Pantai Maluk, Pantai Nalas di kota kecamatan bernama Maluk yang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam perjalanan dari Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai Balas merupakan pantai berpasir putih sambungan dari Pantai Maluk yang hanya terpisah oleh perbukitan. Di sekitarnya terdapat beberapa fasilitas hotel, dan restauran. Pantai Balas juga telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Lawar. Berada di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai 332 meter. Berlokasi di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan pasir putih dan birunya air laut yang diapit oleh gunung batu yang terjal  menyimpan pesona alam yang menakjubkan. Vegetasi pepohonan yang tumbuh alami di sekitar kawasan pantai ini menambah asri dan sejuk udaranya. Pantai ini dilengkapi dengan bungalow, bar dan restaurant telah disediakan oleh pengelola untuk para pengunjung menambah kenyamanan dalam menikmati keindahan pantai ini. Pantai Lawar berjarak 2 km dari Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dan 10 km dari Kota Maluk yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 15 menit melalui jalan darat yang sudah cukup memadai dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4. Di Pantai Lawar belum terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Rantung. Berada di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai 394 meter. Pantai Rantung berpasir putih dengan ombaknya yang bergulung-gulung menantang para pese-lancar dari berbagai penjuru dunia untuk menjajal kemampuan-nya di sini. Masih sederetan dengan Pantai Lawar dan dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit dengan kendaraan bermotor dari Kota Taliwang, ibukota Kabupaten Sumbawa Barat. Pantai ini dilengkapi dengan hotel, bar dan restaurant oleh pengelolanya sehingga menyediakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke pantai ini. Di Pantai Rantung telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Yoyo’s. Berada di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai 1,2 km. Pantai Yoyo masih sederetan dengan Pantai Rantung dengan keindahan ombak yang sama. Cocok untuk kegiatan berselancar maupun menikmati pemandangan alam laut.  Pantai ini dilengkapi dengan hotel, bar dan restaurant oleh pengelolanya sehingga menyediakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke pantai ini. Di Yoyo telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Tropi. Berada di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai 440 meter. Seperti pantai-pantai lainnya di Kecamatan Sekongkang, Pantai Tropi merupakan pemandangan alam laut yang eksotik. Pengelola pantai ini menyediakan kenyamanan bagi wisatawan yang datang berkunjung dengan fasilitas hotel, bar dan restaurant yang sangat memadai.  Sebaran pasir merica berwarna putih dan ombak yang bergulung-gulung merupakan daya tarik yang memaukau bagi para peselancar dari berbagai negara. Pantai ini dapat ditempuh dalam waktu 1 setengah jam dengan kendaraan bermotor dari Kota Taliwang. Di Pantai Tropi telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Pantai Pesin. Berada di Desa Sekongkang Bawah Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai 1,6 km. Pantai Pesin masih sederet dan bersambung dengan Pantai Tropi dan mempunyai keindahan yang sama. Pantai Pesin masih terhitung perawan karena belum ada pengelolaan maupun pembangunan fasilitas apapun termasuk akses jalan menuju pantai belum tersedia. Di Pesin telah terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler.
  • Kawasan konservasi Taman Pesisir Penyu Tatar Sepang. Berada di Desa Talonang Baru Kecamatan Sekongkang dengan luas kawasan 723,16 ha dengan garis pantai sepanjang 20 km. Kawasan konservasi Taman Pesisir Penyu Tatar Sepang berlokasi di Desa Talonang Baru, Kecamatan Sekongkang dengan panjang garis pantai lebih kurang 20 km dengan tipologi pantai teluk berpasir putih dengan panjang 4,4 km, pantai berpasir hitam kelabu dengan panjang 2,0 km dan pantai bertebing dengan panjang 13,6 km. Di dalamnya setidaknya terdapat 15 ruas pantai sebagai lokasi peneluran (nesting site) penyu dari empat jenis penyu yaitu (1) penyu hijau bertelur di 13 ruas pantai yaitu Pantai Tatar, Labewe, Liang Jalu, Batu Bersun, Liang Melung, Selambeta, Mawil, Butin, Ranga, Penyali, Batu Liang, Pancar dan Jemboro; (2) penyu sisik di Pantai Talonang dan Pantai Sepang; (3) penyu belimbing di Pantai Tatar dan Pantai Sepang; dan (4) penyu tempayan di Pantai Tatar dan Sepang. Kawasan Konservasi Taman Pesisir Penyu Tatar Sepang berdasarkan pencadangan menurut SK Bupati Sumbawa Barat Nomor 849/2011 berada di wilayah Desa Talonang Baru, meliputi Pantai Labewe, Pantai Liang Jalu, Pantai Liang Melung, Pantai Selambeta dan Pantai Mawil dengan panjang garis pantai 4,05 km. Di seluruh wilayah Desa Talonang Baru belum terjangkau jaringan komunikasi telepon seluler sehingga tidak ada komunikasi yang terhubung ke semua tujuan.
Potensi pengembangan Transportasi Laut
Pembangunan transportasi laut merupakan perwujudan dari konsep wawasan nusantara yang diarahkan untuk menunjang usaha penyatuan wilayah kelautan Indonesia yang luas. Tujuan pembangunan transportasi laut termasuk angkutan laut adalah untuk mewujudkan perhubungan laut sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta sebagai penyedia lapangan kerja dan penghasil devisa negara. Sektor ini memiliki peran besar dalam perkembangan perekonomian. Oleh karena itu, pelabuhan menjadi salah saatu unsur penentu terhadap aktivitas perdagangan. Pelabuhan yang dikelola secara baik dan efisien akan mendorong kemajuan perdagangan, bahkan industry di daerah akan maju dengan sendirinya.
Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan batas batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Di Kabupaten Sumbawa Barat telah tersedia 4 unit pelabuhan. Dari 4 unit pelabuhan tersebut, tidak semuanya berfungsi seperti Pelabuhan Kertasari milik PT. Bumi Pasir Mandiri tidak beroperasi pasca berhentinya aktivitas penggalian batu kapur dan Pelabuhan Labuhan Lalar milik Dinas Perhubungan Kabupaten Sumbawa Barat yang dihajatkan untuk pelayanan kapal cepat tidak berjalan sesuai rencana.
Pembangunan pelabuhan memakan biaya yang sangat besar. Oleh kerena itu diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak sebelum pelabuhan tersebut dibangun. Pertimbangan bagi perencanaan pelabuhan biasanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi, politis dan teknis. Biasanya pertimbangan ekonomi menjadi hal yang paling penting diperhatikan. Secara teknis hampir semua pelabuhan dapat dibangun karena lokasi dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan biaya. Masalah ekonomis perlu diperhitungkan berdasarkan tujuan pembangunan pelabuhan, daerah belakang, daerah operasi dan sebagainya (Prahutdi, 2012).
Secara teknis lokasi pembangunan pelabuhan merupakan daerah yang terlindungi dari pengaruh gelombang sehingga kapal bisa berlabuh dengan aman untuk bongkar muat barang, menarik turunkan penumpang, mengisi bahan bakar, melakukan reparasi dan sebagainya. Dari sisi aspek teknis, ada beberapa lokasi yang sesuai untuk pembangunan pelabuhan di Kabupaten Sumbawa Barat seperti di Teluk Kertasari, Pantai Sawe di Teluk Labuhan Lalar (Kecamatan Jereweh), dan Teluk Senutuk di Kecamatan Sekongkang.

Potensi Industri Maritim
Industri maritim adalah salah satu sektor dalam bidang kelautan yang dapat menjadi sumberdaya ekonomi potensial sebagai penyumbang penerimaan devisa negara.  Kegiatan ekonomi industri maritim ini di antaranya adalah yang mencakup industri pengilangan minyak bumi dan LNG serta industri yang menunjang kegiatan ekonomi di pesisir dan laut, yaitu industri galangan kapal, mesin kapal  dan jasa perbaikannya (Kemenperin, 2017).
Industri perkapalan merupakan industri yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Industri ini telah berkembang dan terbagi dalam tiga kategori industri, yaitu: (i) industri pembangunan kapal, (ii) industri mesin, spare parts, dan komponen yang diperlukan dalam konstruksi kelautan, serta (iii) industri pemeliharaan dan perbaikan kapal.  Memperhatikan kegiatan industri yang memungkinkan dilakukan dalam pengembangan industri maritim seperti pengilangan minyak, LNG, dan industri perkapalan, maka dalam 5 tahun ke depan, dapat dikembangkan kegiatan industri maritim Desa Poto Tano Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat.

Potensi Energi dan Sumberdaya Mineral
Sektor ini meliputi kegiatan pencarian kandungan minyak dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, pemisahan, serta penampungan bahan-bahan mineral yang dilakukan di wilayah pesisir atau lautan untuk dipasarkan. Selain itu sub sektor ini mencakup juga penggalian pasir dan batu-batuan dari pesisir dan lautan. Di samping energi yang bersumber dari minyak dan gas bumi, laut memiliki energi non-konvensional. Energi tersebut antara lain adalah energi kinetik gelombang, pasang surut, dan arus. Walupun energi ini digolongkan sebagai energi berkualitas rendah Namun dengan kemajuan teknologi, energi ini dapat dikonversi menjadi sumber energi sepanjang masa. Sumberdaya energi yang berasal dari fenomena alam ini tergolong sumberdaya yang terbaharukan. Selama ini hal tersebut belum banyak dieksplorasi potensinya.
Perkembangan teknologi pemanfaatan energi samudera khususnya arus laut sebagai energi baru terbarukan di dunia saat ini berkembang dengan pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan energi listrik masyarakat kawasan pesisir serta semakin maraknya issu pemanasan global yang mendorong untuk membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon.
Prinsip yang dikembangkan pada aplikasi teknologi pemanfaatan energi dari laut adalah melalui konversi tenaga kinetik masa air laut menjadi tenaga listrik. Tercatat beberapa negara telah berhasil melakukan instalasi pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi arus dan pasang surut, mulai dari prototype turbin pembangkit hingga mencapai turbin skala komersial dengan kapasitas 1,2 MW/turbin, seperti yang telah dibangun di Skotlandia, Swedia,  Perancis, Norwegia, Inggris, Irlandia Utara, Australia, Italia, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Kecepatan arus pasang-surut di perairan pantai-pantai Indonesia umumnya kurang dari 1,5 m/detik, kecuali di selat-selat diantara pulau-pulau Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Timur, kecepatan signifikannya bisa mencapai 2,5 - 3,4 m/detik.
Pada Tahun  2006 Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral telah melaksanakan penelitian karakteristik arus laut di Selat Alas dengan hasil perhitungan energi arus laut menjadi energi listrik. Berdasarkan data arus di Selat Alas dapat menghasilkan daya listrik sebesar 70-150 kw, dengan luas turbin 15 m2 dan kecepatan arus 18-24 meter/detik (Lubis, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Selat Alas yang berada pada wilayah administratif Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa Barat mempunyai potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut.

Strategi Pengembangan
Penentuan strategi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat dilakukan dengan analisis kualitatif yaitu memperhatikan faktor pendukung dan faktor penghambat baik itu faktor internal maupun ekternal.
Pendekatan kualitatif yang dipilih adalah dengan menggunakan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Strategi pengembangan diturunkan dengan mempertimbangkan baik kondisi internal maupun eksternal dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan pengembangan potensi kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal. Faktor-faktor penentu kondisi internal menggambarkan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari para pelaku, kondisi alam, ekonomi, kelembagaan, dan sosial-budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat. Faktor-faktor penentu kondisi eksternal menggambarkan peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang dihadapi oleh para stakeholders dalam pelaksanaan pengembangan potensi kelautan yang ada.

Kekuatan (strengths)
Memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar
Secara Geografis Kabupaten Sumbawa Barat berbatasan langsung dengan laut pada bagian barat dengan Selat Alas dan selatan dengan Samudera Indonesia. Panjang garis pantai Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 167,8 km dengan luas perairan mencapai 1.234,07 km2 (BPS Sumbawa Barat, 2017). Oleh karena itu, Kabupaten Sumbawa Barat memiliki potensi perairan yang cukup besar untuk pengembangan berbagai potensi sumberdaya kelautan. Keberadaan beberapa teluk dengan kondisi fisik dan parameter kimia perairan yang memenuhi persyaratan pengembangan perikanan budidaya sangat cocok untuk habitat rumput laut, kerapu, kakap, baronang, teripang, lobter dan abalon. Selain itu, perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat memiliki lebih dari 50 spesies ikan yang bernilai ekonomi dengan hasil tangkapan nelayan secara tradisional mencapai 3.633 ton pada Tahun 2016. Bila penangkapan ikan dilakukan dengan teknologi yang lebih maju, maka produksi ikan akan jauh lebih besar dari hasil tangkapan nelayan tradisional.
Pantai dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Sumbawa Barat memiliki panorama yang indah, pasir yang putih dan perairan yang memiliki kecerahan hingga 8 meter menjadi primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Sumbawa Barat. Potensi ombak yang menggulung hingga sepanjang 200 meter secara horizontal menjadi daya tarik tersendiri bagi para surfer dunia.
Arus laut di Selat Alas yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumbawa Barat dapat menghasilkan daya listrik sebesar 70-150 kw, dengan luas turbin 15 m2 dan kecepatan arus 18-24 meter/detik sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai energy listrik non-konvensional.

Posisi geografis yang strategis
Kabupaten Sumbawa Barat berada pada jalur wisata yang menguntungkan karena berada di perlintasan daerah tujuan  wisata skala internasional  seperti Pulau Bali dan  Lombok  di sebelah barat, Sulawesi di sebelah utara dan Pulau Komodo di sebelah timur.
Di samping posisi yang strategis Kabupaten Sumbawa Barat juga memiliki keindahan alam terutama  pantai  yang  tidak  kalah  dengan  pantai-pantai di  pulau  Bali dan Lombok. Dengan semua keuntungan yang dimiliki, kegiatan pariwisata bahari di Kabupaten Sumbawa Barat akan mampu menjadi salah satu kekuatan pembagunan yang dapat diandalkan, dengan pemasukan devisa yang cukup memadai.

Jumlah angkatan kerja cukup besar
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 65.714 jiwa dan masih terdapat 5.244 yang masih menganggur. Potensi tenaga kerja ini cukup besar untuk didorong sebagai penggerak dalam pengembangan perikanan budidaya. Apabila tenaga kerja yang tersedia ini didukung dengan pelatihan-pelatihan teknis dan manajemen budidaya, modal usaha dan akses pasar, maka potensi ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perikanan budidaya ke depan.

Tersedia institusi pemerintah urusan sumberdaya kelautan
Bupati Sumbawa Barat melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah telah membentuk Dinas Kelautan dan Perikanan. Menindaklanjuti Peraturan Daerah tersebut kemudian dibentuk bidang khusus menangani sumberdaya kelautan  melalui Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2017 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan.
Bidang Sumberdaya dan Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Dinas.
Selain itu, Bupati Sumbawa Barat melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah juga telah membentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Dalam Peraturan Bupati tentang Nomor 34 Tahun 2017 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata disebutkan bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata merupakan unsur pelaksana tugas Kepala Daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata.

Kelemahan (weaknesses)
Terbatasnya modal, sarana dan prasarana
Modal merupakan faktor produksi yang paling penting dan faktor penunjang yang mempercepat dan menambah kemampuan dalam memproduksi. Modal usaha ini digunakan untuk menyediakan/menyewa alat/mesin-mesin, membayar tenaga kerja, membeli bibit, nutrisi dan menyewa sarana pengangkutan hasil.
Sebagian besar pelaku usaha perikanan tidak memiliki akses kepada lembaga-lembaga keuangan, sehingga banyak nelayan yang terjerat hutang kepada para tengkulak dengan bunga tinggi yang mendistribusikan uang di desa-desa pesisir. Walaupun ada beberapa lembaga keuangan yang beroperasi, namun mereka tidak mampu memenuhi persyaratan untuk dapat mengakses dana di  lembaga-lembaga  formal karena penerapan sistem dan prosedur kredit yang relatif sulit. Kebanyakan lembaga keuangan terutama bank mensyaratkan usaha berbadan hukum dengan jaminan surat berharga seperti sertifikat untuk memperoleh layanan kredir perbankan.
Kondisi ini menyulitkan petani untuk memperoleh akses ke lembaga keuangan formal sehingga pilihannya hanya dengan melakukan pinjaman kredit berbunga tinggi kepada tengkulak yang tidak memberlakukan persyaratan yang ketat. Kondisi ini mempersulit nelayan/pelaku usaha perikanan untuk menyediakan modal yang memadai untuk melakukan usahata perikanan, demikian juga untuk meningkatkan skala usaha menjadi lebih besar.
Adapun sarana dan prasarana produksi merupakan salah satu faktor produksi yang sangat menentukan dalam usaha perikanan baik perikanan tangkap mauoun perikanan budidaya. Dalam kegiatan perikanan tangkap dibutuhkan  berbagai sarana dan prasarana di antaranya: kapal beserta peralatannya, pusat pendaratan ikan (PPI), tempat pelelangan ikan (TPI), tempat penambatan perahu, pelabuhan perikanan, stasiun pengisian bahan bakar, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam kegiatan perikanan budidaya dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana di antaranya: rakit karamba, bibit, pakan, obat-obatan, peralatan budidaya, peralatan tangkap, dan lain sebagainya.
Kebutuhan sarana dan prasarana untuk perikanan tangkap telah tersedia dengan jumlah yang memadai. Namun berbeda dengan kondisi kesediaan sarana dan prasarana perikanan budidaya laut.
Ketersediaan berbagai sarana produksi perikanan budidaya di Kabupaten Sumbawa Barat masih sangat terbatas terutama bibit dan pakan. Balai benih ikan (BBI) milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang tersedia di Teluk Labuhan Lalar tidak berfungsi sehingga untuk penyediaan bibit ikan yang dibudidaya di laut seperti kerapu, kakap, baronang dan mutiara masih harus didatangkan dari balai bibit yang terdapat di Loka Budidaya Laut Sekotong (Lombok Barat) dan Balai Besar Riset Budidaya laut dan penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol (Bali). Dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan butuh waktu yang lama, kebanyakan benih ikan yang didatangkan tersebut mengalami kematian dalam jumlah besar.
Begitupula halnya dengan ketersediaan pakan yang masih bergantung pada industri pakan ikan dan udang dari Jawa Timur sehingga harga pakan di Kabupaten Sumbawa Barat terhitung tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku di Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Toko-toko yang menyediakan pakan jumlah dan jenisnya sangat terbatas karena kebutuhan akan pakan masih terbatas pula.
Demikian pula halnya dengan kondisi prasarana yang sangat berpengaruh terhadap produksi dan produktifitas usaha yang dilakukan oleh rumah tangga tani. Dimana karakteristik usaha dan produk perikanan sangat memerlukan infrastruktur yang memadai jalan menuju sentra-sentra produksi, transportasi, listrik, pelabuhan, informasi dan telekomonikasi, peralatan dan lain-lain.
Sebagian besar prasarana tersebut belum disediakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah, termasuk kerjasama dengan investor untuk mengolah produk perikanan menjadi produk olahan (agroindustri).

Terbatasnya kualitas dan kuantitas Sumberdaya Manusia
Meskipun sektor pertanian dalam arti luas termasuk sub-sektor perikanan di dalamnya dapat menyerap tenaga kerja paling besar hingga 32,46% dan menjadi sumber pendapatan utama sebagian masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat, namun kualitas dan keterampilan sumberdaya manusia sebenarnya masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh 60,474 tenaga kerja Kabupaten Sumbawa Barat yaitu 15,09% tidak mengenyam pendidikan, 29,93% tamat sekolah dasar, 13,23% tamat sekolah menengah pertama, 27,19% tamat sekolah menengah atas dan hanya 14,56% lulusan pendidikan tinggi. Artinya mayoritas angkatan kerja Kabupaten Sumbawa Barat masih berpendidikan rendah.
Rendahnya pendidikan formal ini berpengaruh terhadap kemampuan dan keterampilan nelayan/pembudidaya dalam melakukan inovasi teknologi. Hal ini tampak dari profil usaha perikanan yang relatif tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Padahal, untuk pengembangan budidaya perikanan diperlukan kemampuan untuk menyerap dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen budidaya dalam penentuan komoditas, pemilihan benih, pembibitan, pemeliharaan, pengendalian hama/penyakit dan pascapanen.

Terbatasnya pengawasan dan penegakan hukum
Penegakan hukum merupakan salah satu prasyarat untuk mengantar Indonesia sebagai poros maritim dunia. Berbicara penegakan hukum, hal ini masih merupakan pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah. Wilayah perairan yang luas memberi tantangan besar bagi TNI AL, Polisi Air, dan instansi terkait untuk memastikan keamanan dan perlindungan terhadap ekosistem laut. Praktik Illegal fishing merupakan satu dari sekian pelanggaran yang paling masif dilakukan di wilayah perairan.
Pemerintah, sebenarnya bukan tanpa tindakan. Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan memiliki serangkaian payung hukum terkait penegakan hukum terhadap tindakan illegal fishing, salah satunya adalah dimungkinkannya dilakukan penenggelaman kapal yang terbukti melakukan pengangkapan ikan tanpa izin. Namun demikian keberlakuan regulasi ini belum pernah dimaksimalkan oleh pemerintah dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairannya. beberapa kendala yang dihadapi adalah kurangnya koordinasi dari instansi-instansi yang memiliki kewenangannya masing-masing, misalnya TNI AL, Polisi Air, Kapal Pengawas Perikanan (di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan), sampai Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (dibawah Kementerian Perhubungan), yang menggunakan prinsip multi agency multi task. Walaupun di atas kertas setiap instansi memiliki peranan yang berbeda, dalam praktik sering terjadi tumpang tindih kewenangan, sehingga terjadi kebingungan dalam hal melaksanakan penegakan hukum. Hal ini jelas akan menimbulkan ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran dan konflik antar instansi pemerintah, yang hal tersebut pantang terjadi jika ingin mempertahankan laut Indonesia. Sehingga dirasa perlu untuk menciptakan suatu koordinasi antar instansi demi terciptanya efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pengamanan dan penegakan hukum. Sebenarnya, melalui Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2005, telah dibentuk Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) sebagai upaya menciptakan harmonisasi dalam koordinasi antar instansi dalam pengamanan dan penegakan hukum di laut. Namun demikian kewenangan “koordinasi” yang diberikan masih lemah sehingga belum efektif memberikan jaminan kepada keamanan dan perlindungan ekosistem laut.
Demikian pula halnya di Kabupaten Sumbawa Barat baik jumlah maupun koordinasi di antara personil berbagai institusi pemerintah masih lemah sehingga tidak mampu melahirkan reaksi cepat terhadap pelanggaran hokum yang terjadi di perairan laut. Dalam hal penanganan, jumlah tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang mempunyai kewenangan penyidikan dalam kasus pelanggaran hukum hanya tersedia 1 (satu) orang. Dengan luasnya wilayah, jumlah tenaga yang tersedia tentu masih sangat jauh dari kebutuhan yang memadai.

Lemahnya kelembagaan
Aspek kelembagaan nelayan maupun kelompok budidaya yang terkait dengan usaha pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Kabupaten Sumbawa Barat telah terbentuk berupa kelompok-kelompok, sekurangnya terdapat 38 kelompok nelayan tangkap dan 9 kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas)  yang telah dibina oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat, 2017). Namun demikian, efektivitas perannya dalam peningkatan pendapatan serta aksesnya terhadap kelembagaan pendukung pembangunan perikanan belum terlaksana secara optimal.
Demikian pula halnya dengan kelembagaan masyarakat pesisir yang memanfaatkan potensi wisata bahari. Jumlah kelompok sadar wisata yang terbentuk baru 2 kelompok dan fungsinya belum berjalan efektif. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan kemampuan manajerial yang dimiliki oleh pengurus kelompok karena terbatasnya pembinaan dan pemberian motivasi dari pemerintah daerah.

Lemahnya data dan informasi
Data dan informasi mempunyai manfaat yang sangat penting dalam upaya pengembangan potensi sumberdaya kelautan. Data memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk menyusun program atau menentukan lokasi pengembangan perikanan, sedangkan bagi nelayan maupun pelaku budidaya perikanan laut, data memeudahkan untuk memprediksi tindakan yang akan dilakukan terkait dengan penangkapan dan budidaya ikan di perairan laut.
Keberadaan data kondisi biologis, fisika maupun kimia perairan sangat penting untuk menjadi acuan bagi nelayan dan terutama pelaku budidaya perikanan untuk mengembangkan usahanya. Data tersebut meliputi jenis komoditas, habitat, perkiraan stock ikan, arus laut, ombak, arah angin, material dasar, suhu, salinitas, derajat keasaman, salinitas, kadar oksigen kedalaman (battimetri), kecerahan, terlarut, keterlindungan, dan ketersediaan serta kondisi prasarana.
Berbagai data tersebut belum tersedia secara memadai sehingga menimbulkan kesulitas terutama bagi pelaku budidaya untuk memastikan kesesuaian perairan dengan komoditas yang akan dikembangkan. Demikian pula halnya dengan data status kondisi lingkungan perairan yang membutuhkan kepastian tingkat pencemaran yang terjadi, kondisi terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau yang masih minim ketersediaannya.

Peluang (opporunities)
Perkembangan Teknologi dn informasi kelautan
Perekembangan system informasi geografis (SIG) saat ini memberikan peluang bagi pemanfaatan sumberdaya kelautan terutma untuk perikanan dan pariwisata. Salah satu aplikasi SIG yang cukup handal yang dapat diamnfaatkan untuk bisnis perikanan adalah e-Ocean Fisheries Government yang merupakan sistem informasi tentang kelautan dan perikanan yang mempunyai kemampuan businees inteligent serta memiliki keandalan interoperabilitas sehingga bisa berbagi informasi secara luas. Selain itu berbagai database informasi perikanan global dapat diakses melalui aplikasi tersebut. Salah satunya adalah FIGIS (fisheris global information system) yang merupakan teknologi yang dikembangkan Food and Agriculture Organization (FAO). FIGIS menyediakan berbagai informasi seperti statistik perikanan, peta sebaran ikan menurut spesies, issue dan topik perikanan aktual, budidaya, perikanan laut dan teknologi penangkapan. Data tersebut tersedia kapan dan dimana saja diperlukan.
Pada prinsipnya pengembangan e-Ocean Fisheries Goverment merupakan sistem informasi nasional yang berkemampuan inteligensi sehingga pelaksanaan program dan tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan akan lebih efektif. Sistem memiliki konten dari berbagai aspek, dari aspek ekologi, ekonomi kelautan, masalah sosial wilayah pesisir hingga tata kelola pulau-pulau kecil. Sistem harus mudah  diakses, mudah  diupdate  setiap  saat,  mudah  dipantau, sekaligus bisa berfungsi sebagai Sistem Informasi Ekosistem Nasional yang pada saat ini telah menjadi isu penting dunia. e-Ocean Fisheries Government bertujuan untuk memenuhi informasi yang lengkap tentang kondisi kelautan nasional, baik dari sisi sumber daya laut, keadaan perairan, cuaca, kejadian penting di laut (accident maupun incident), tanda-tanda navigasi laut yang sangat membantu bagi kapal berlayar di lautan kita, dan segala informasi mengenai laut lainnya. Selain itu berbagai data antar departemen bisa dipertukarkan secara mudah. Misalnya data untuk kebutuhan deteksi dan pemberanatsan aktifitas illegal fisheris antara lain berupa track kapal ikan (posisi, kecepatan, heading), Database SIPI, SIKPI (Identitas Pemilik, Perusahaan, Ukuran kapal, jenis alat tangkap, tanggal kadaluarsa ijin), Database log book (jenis ikan, lokasi), Database parameter biologi laut (klorofil, upwelling), Database batas WPP.
Dalam kegiatan penangkapan ikan, informasi tentang posisi ikan sangat diperlukan guna meminimalisasi resiko tinggi, efisiensi bahan bakar, waktu dan tenaga nelayan. Dengan informasi habitat ikan, maka akan terjadi penghematan biaya operasi penangkapan. Salah satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain menyangkut suhu permukaan laut (SST), tingkat konsentrasi klorofil, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan tingkat produktivitas primer. Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak di suatu area melalui sistem teknologi informasi, hal ini dikarenakan ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti arus pusaran dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas dan suhu.

Meningkatnya permintaan produk perikanan
Permintaan global terhadap ikan dan produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun terakhir meningkat, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung, serta penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan.
Komoditas perikanan merupakan komoditi ekspor dimana kebutuhan ikan dunia meningkat rata-rata 5 persen per tahun. Kebutuhan ikan dunia pada tahun 2000 berjumlah 126 juta ton per tahun dengan kenaikan rata-rata 2,8 juta ton per tahun. Tujuh puluh persen nilai tersebut dikonsumsi untuk pangan.
Menurut FAO (2016), dalam tahun 2016, kebutuhan ikan dunia sudah mencapai 140 juta ton. Lebih lanjut, diketahui bahwa kebutuhan ikan segar dunia naik mencapai 45 persen.

Berlakunya pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean
Pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan, dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya.
Pemberlakuan MEA tahun 2015 menyebabkan lalulintas perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara menjadi tanpa kendala. Dalam kondisi yang demikian, maka sangat penting melakukan upaya meningkatkan daya saing produk Indonesia, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar berpotensi menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara tetangga.
Paska pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah banyak membawa perubahan yang signifikan bagi sektor perikanan, seperti stok ikan yang berlimpah menjadikan bahan baku pengolahan ikan dalam kondisi aman, sehingga kedepan produksi perikanan dapat terus didorong untuk mengisi pasar domestik, regional, dan global.
Dengan demikian, MEA merupakan salah satu kondisi yang memberikan peluang bagi nelayan/pembudidaya ikan termasuk di Kabupaten Sumbawa Barat untuk terus mengembngkan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan produksi ikan sekaligus memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan danpelaku usaha di bidang perikanan.

Pengembangan KEK Mandalika
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang trletak di bagian Selatan Pulau Lombok ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 untuk menjadi KEK Pariwisata. Dengan luas area sebesar 1.035,67 Ha dan menghadap Samudera Hindia, KEK Mandalika diharapkan dapat mengakselerasi sektor pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sangat potensial. 
KEK Mandalika menawarkan wisata bahari dengan pesona pantai dan bawah laut yang memukau. Mandalika berasal dari nama seorang tokoh legenda, yaitu Putri Mandalika yang dikenal dengan parasnya yang cantik. Setiap tahunnya, masyarakat Lombok Tengah merayakan upacara Bau Nyale, yaitu ritual mencari cacing laut yang dipercaya sebagai jelmaan dari Putri Mandalika. Perayaan ini merupakan budaya yang unik dan menarik wisatawan baik lokal maupun internasional.
Berdasarkan potensi dan keunggulan yang ada, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) yang telah mengembangkan Nusa Dua Bali mengusulkan pembentukan KEK Mandalika. Sebagai destinasi wisata bahari dan wisata budaya dengan panorama yang eksotis dan berdekatan dengan Pulau Bali, KEK Mandalika diperkirakan akan menarik kunjungan 2 juta wisatawan mancanegara per tahun pada 2019.
Keberadaan KEK Mandalikan akan memberikan resonansi bagi berkembangnya kawasan pariwisata lain yang berada di sekitarnya termasuk kawasan wisata yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat. Kunjungan wisata ke KEK Mandalika akan melahirkan limpahan kunjungan sebab para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Limpahan kunjungan ini akan memberikan manfaat bagi Kabupaten Sumbawa Barat. Karena itu, keberadaan KEK Mandalika merupakan peluang bagi berkembangnya pariwisata bahari di Kabupaten Sumbawa Barat.
Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk berbenah, mempersiapkan segala infrastruktur pendukung dan penataan kawasan agar memberikan kepastian hukum bagi investasi.

Adanya kebijakan poros maritim
Pencanangan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia oleh Presiden Joko Widodo merupakan langkah strategis Indonesia di kawasan Indo-Pasifik karena Indonesia memiliki potensi besar. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim.
Kebijakan poros maritime melahirkan komitmen jangka panjang pemerintah untuk melkukan upaya penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan.
Kebijakan poros maritim merupakan serangkaian program-program utama dalam pemerintah untuk secara berkelanjutan mengembangkan potensi sumberdaya kelautan. Kebijakan ini tentu berdampak hingga ke daerah-daerah termasuk Kabupaten Sumbawa Barat sebagai daerah yang memiliki wilayah laut dan psisir dengan garis pantai sepanjang 167,8 km.
Adanya kebijakan poros maritim merupakan pelaung bagi pembangunan kembali budaya maritime, meneguhnkan komitmen menjaga dan mengelola sumber daya kelautan dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Kebijakan poros maritim memperkuat komitmen pemerintah untuk terus mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.

Ancaman (threats)
Cuaca ekstrem dan perubahan iklim global
Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang berdampak pada meningkatnya suhu sebagaian besar permukaan bumi. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi kehidupan.
Dampak ekstrem dari perubahan iklim terutama adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai. Perubahan iklim global berdampak serius terhadap kehidupan nelayan tradisional di negeri ini. Setidaknya ada dua fenomena ekstrem terhadap lautan akibat perubahan iklim global yakni kenaikan suhu air laut dan permukaan laut.
Kenaikan suhu air laut, pertama, memengaruhi ekosistem terumbu karang yang menjadi fishing ground dan nursery ground ikan yang hidup di wilayah itu. Ikan-ikan yang hidup di daerah karang akan mengalami penurunan populasi. Kenaikan suhu air laut akan memusnakan terumbu karang dan menyebabkan terputusnya rantai makanan.
Pemanasan global (peningkatan suhu dan keasaman) akan berdampak pada hilangnya rantai makanan yang berperan sebagai katastropik yakni organisme pteropoda. Dampak selanjutnya memengaruhi populasi ikan salmon, mackerel, herring, dan cod, karena organisme itu sebagai sumber makanannya. Sementara itu, kenaikan permukaan air laut berdampak luas terhadap aktivitas nelayan budi daya di wilayah pesisir.
Naiknya permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir sehingga akan menghancurkan tambak-tambak ikan dan udang. Akibatnya, nelayan pembudi daya akan mengalami kerugian yang tak sedikit dan kehilangan sumber kehidupannya.
Kenaikan permukaan laut akan menghancurkan kawasan permukiman nelayan yang berlokasi di desa-desa pesisir. Terjadinya fenomena rob yang menggenangi daerah pesisir seperti Desa Labuhan Lalar menyebabkan kerusakan bangunan rumah penduduk. Dampak lainnya adalah hancurnyanya konstruksi pematang tambak yang terjadi di Desa Dasan Anyar yang terjadi pada awal Desember 2017. Dampak lanjutannya adalah mewabahnya penyakit menular jenis disentri atau tipes di daerah pemukiman dan gagal panen di areal tambak.
Lebih lanjut, perubahan iklim global juga menyebabkan cuaca yang tidak menentu dan gelombang laut yang tinggi disertai badai/angin topan. Nelayan akan sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola iklim yang berubah. Tak hanya itu, infrastruktur pedesaan pesisir akan mengalami kehancuran akibat hantaman gelombang maupun badai topan.
Ini tak hanya menimbulkan problem demografi akibat kehilangan permukiman, melainkan juga akan memusnahkan spesies endemik di perairan sekitar pulau maupun yang hidup dalam pulau itu. Bahkan, infrastruktur ekonomi maupun sosial yang mendukung kehidupan nelayan akan mengalami hal yang sama seperti pelabuhan perikanan, cold strorage, dan kapal ikan. Akibatnya, nelayan penangkap maupun pembudi daya ikan di wilayah pesisir akan miskin selamanya.

Pencemaran dan degradasi lingkungan laut
Pencemaran merupakan ancaman serius bagi lingkungan laut karena telah menyebabkan degradasi kualitas lingkungan yang berpengaruh terhadap volume keanekaragaman hayati di laut termasuk potensi sumberdaya ikan.
Pencemaran dan degradasi lingkungan laut pada ujungnya akan berdampak pada menurunnya hasil produksi perikanan tangkap dan budidaya. Lebih lanjut kondisi ini akan menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan untuk menangkap ikan. Dari sisi bisnis, akan terjadi inefisisemsi dan pemborosan biaya dalam kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan dalam kegiatan budidaya, pencemaran dan degradasi lingkungan laut akan memperlambat pertumbuhan ikan sehingga membutuhkan jumlah tenaga, waktu yang lebih panjang dan biaya yang lebih besar untuk memproduksi ikan.
Dengan demikian, pencemaran dan degradasi lingkungan merupakan salah satu ancaman yang serius dalam pengembangan potensi sumberdaya kelautan khususnya dalam kegiatan perikanan tangkap dan budidaya.
Dalam bidang pariwisata, pencemaran dan degradasi lingkungan laut menyebabkan berkurangnya kualitas keindahan dan kenyamanan lingkungan laut sebagai tempat para wisatawan menikmati alam laut.

Adanya konflik kepentingan
Konflik kepentingan kerap terjadi dalam hal pemanfaatan sumberdaya yang sama dalam kesempatan yang bersamaan. Potensi konflik kepentingan antara pengembangan pariwisata dan kegiatan budidaya/penangkapan ikan seperti yang terjadi di kawasan wisata. Konflik ini bisa bersifat laten, dan sewaktu-waktu dapat saja muncul ke permukaan dalam bentuk yang nyata.
Di satu sisi, pariwisata membutuhkan lingkungan laut yang bersih, rapid an indah. Di sisi lain, kegiatan budidaya menempatkan patok dasar, tali long line, karamba maupun rakit di permukaan laut yang  secara estetika dianggap tidak mendukung prasayarat lingkungan pariwisata.
Penempatan tambatan perahu nelayan dan pendaratan ikan di sepanjang bibir pantai terkadang dianggap sebagai bentuk kegiatan yang mengganggu kegiatan pariwisata, selain tidak beraturan, juga menghasilkan bau amis yang tidak sedap.
Kondisi-kondisi ini dapat saja muncul sebagai benih konflik di antara para pelaku usaha perikanan dan pariwisata. Karena itu, perlu langkah penangannan yang serius dalam penataan ruang pemanfaatan potensi sumberdaya laut yang memberikan rasa keadilan dan harmoni di antara para pelaku usaha.
Dari kondisi lingkungan internal dan eksternal tersebut di atas, dapat diformulasikan dalam bentuk tabel berikut.
Faktor Strategis Internal dan Eksternal

Dari faktor strategis internal dan eksternal tersebut di atas, dapat dibuat dalam bentuk matrik faktor strategi internal yang dapat diberikan skoring pada masing-masing faktor sebagaimana pada Tabel berikut.

Ringkasan Faktor Strategi Internal (IFAS)
           
Sementara penyusunan matrik faktor strategis eksternalnya dapat terlihat secara jelas pada Tabel berikut.

Ringkasan Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Berdasarkan nilai skor yang diperoleh pada faktor IFAS dan EFAS sebagaimana pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3 di atas, maka disusun matriks gabungan IFAS dan EFAS sebagai dasar perumusan asumsi strategi matriks SWOT.
Selanjutnya untuk menggambarkan pilihan strategi sesuai dengan posisi pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat yang ada dengan memasukkan skor faktor IFAS dan EFAS ke dalam Diagram Analsis SWOT. Diagram ini semakin memperjleas posisi pengembangan potensi sumberdaya kelautan Kabupaten Sumbawa Barat.
Dari skor IFAS dan EFAS sebagaimana pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3 di atas diketahui bahwa posisi pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat juga berada pada posisi Kuadran I (SO) dengan bobot tertimbang (weighted score) Sthrengths (kekuatan) positif 1.00 dan Opportunities (peluang) positif 0.75. Dengan demikian, strategi yang paling utama dapat diterapkan dalam pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat adalah strategi agresif yaitu dengan memaksimalkan pemanfaatan kekuatan yang dimiliki untuk merespon peluang yang tersedia.
Posisi pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana ditunjukkan pada Diagram berikut.
Diagram Analisis SWOT

Analisis Strategi melalui Prosedur IFAS dan EFAS pada Pengembangan Potensi Sumberdaya Kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat
Sesuai dengan kondisi-kondisi internal dan eksternal yang telah dianalisis sebelumnya, maka dikembangkan strategi utama untuk pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat dengan analisis SWOT melalui suatu prosedur Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) atau Analisis Lingkungan Internal dan External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) atau Analisis Lingkungan Eksternal.
Strategi-strategi tersebut terdiri atas 4 komponen, yaitu:
Strategi S-O (Strenght-Opportunities);
Strategi S-T (Strenghts-Threaths);
Strategi W-O (Weakness-Opportunities); dan
Strategi W-T (Weakness-Threaths).
Adapun strategi yang dapat diterapkan berdasarkan hasil kombinasi analisis lingkungan internal dan eksternal pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana disajikan pada Tabel di bawah ini.

Analisis Keterkaitan Faktor-faktor Internal dan Faktor-faktor Eksternal

Berdasarkan hasil analisis keterkaitan Faktor-faktor Internal dan Faktor-faktor Eksternal dalam pengembangan potensi sumberdaya kelautan di Kabupaten Sumbawa Barat, maka disusun 3 strategi dalam rangka menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan seluruh peluang yang tersedia sebagai berikut:
Memanfaatkan potensi dan keunggulan geografis yang tersedia secara maksimal dengan menerapkan teknologi yang tengah berkembang
Melakukan pemberdayaan angkatan kerja dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan untuk meresppn perkembangan pasar yang semakin tersedia
Mengoptimalkan peran institusi pemerintah dalam mengatur, mengkoordinasi dan memfasilitasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, dengan kegiatan utama.

Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kabupaten Sumbawa Barat memiliki berbagai potensi sumberdaya kelautan yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan, pariwisata bahari, transportasi laut, industri maritim dan energy sumberdaya mineral.
Potensi produksi perikanan tangkap Kabupaten Sumbawa Barat mencapai 3,633, 48 ton per tahun dengan lokasi penangkapan pada Selat Alas, Teluk Labuhan Lalar dan Samudera Indonesia.
Potensi areal perikanan budidaya seluas 3.225 hektar dengan pemanfaatan baru seluas 393,37 hektar atau 12,20% dengan areal terluas dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut disusul budidaya mutiara, kerapu dan lobster. Berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat sesuai dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut, kerapu, kakap, lobster, baronang, teripang, dan abalon.
Sepanjang 26,62 km dari keseluruhan 167,8 km garis pantai Kabupaten Sumbawa Barat menyimpan potensi pariwisata bahari yang memiliki keindahan panorama pantai, ombak, alam bawah laut, serta kekayaan flora dan fauna yang belum dikembangkan secara optimal.
Selain lokasi pelabuhan yang telah ada, masih terdapat 2 lokasi baru yang mempunyai potensi untuk pengembangan pelabuhan transportasi laut yaitu di Pantai Sawe Teluk Labuhan Lalar dan Pantai Senutuk Kecamatan Sekongkang.
Pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan untuk industri maritim dapat dikembangkan di Desa Poto Tano Kecamatan Poto Tano.
Selat Alas yang menyatukan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa memiliki potensi untuk pengembangan arus laut sebagai penghasil daya listrik dengan kapasitas sebesar 70-150 kw, dengan luas turbin 15 m2 dan kecepatan arus 18-24 meter/detik.
Dari sisi permasalahan, pengembangan potensi kelautan masih terkendala keterbatasan modal, sarana dan prasarana, kualitas sumberdaya manusia, lemahnya pengawasan dan penegkan hukum, kapasitas kelembagaan yang masih lemah dan ketersedian data dan informasi sumberdaya kelautan.
Strategi utama yang perlu dilakukan untuk mengembangkan potensi sumberdaya kelautan adalah: (1) Memanfaatkan potensi dan keunggulan geografis yang tersedia secara maksimal dengan menerapkan teknologi yang tengah berkembang; (2) Melakukan pemberdayaan angkatan kerja dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan untuk merespon perkembangan pasar yang semakin tersedia; dan (3) Mengoptimalkan peran institusi pemerintah dalam mengatur, mengkoordinasi dan memfasilitasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Daftar Pustaka
Buku
BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2013. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2012. BPS Kabupaten Sumbawa Barat.Taliwang
BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2014. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2013.  BPS Kabupaten Sumbawa Barat.Taliwang
BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2015. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2014. BPS Kabupaten Sumbawa Barat.Taliwang
BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2016. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2015. BPS Kabupaten Sumbawa Barat.Taliwang
BPS Kabupaten Sumbawa Barat, 2017. Sumbawa Barat dalam Angka Tahun 2016. BPS Kabupaten Sumbawa Barat.Taliwang
BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2017. Nusa Tenggara Barat dalam Angka Tahun 2016.
Food and Agriculture Organization, 2016. The State of World Fisheries and Aquaculture: Opportunity and Challenges. Dalam Http://www.fao.org/fishery/publications/sofia/en. Diakses pada 15 September 2017.
Lubis, Subaktian dan Ai Yuningsih, 2016. Prospeksi Arus Laut Sebagai Energi. Dalam http://www.mgi.esdm.go.id/content/prospek-arus-laut-sebagai-energi. Diakses pada tanggal 10 November 2017.
Prahutdi, Bagus, 2012. Perencanaan Pelabuhan Laut. Dalam https://sastrasipilindonesia.wordpress.com/tag/persyaratan-pelabuhan/. Diakses pada 22 Oktober 2017.
Pigawati, 2005. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Sumberdaya Pesisir Pulau - Pulau Kecil dan Laut Kabupaten Natuna - Provinsi Kepulauan Riau dalam Jurnal Ilmu Kelautan Vol 10, No 4 (2005)
Rudyanto, A. 2004. Kerangka Kerjasama Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut. Disampaikan pada Sosialisasi Nasional  Program MFCDP, 22 September 2004.
Kristiyanti, 2009. Strategi Pengembangan Sumber Daya Kelautan. Jurnal Sains dan Teknologi MARITIM Volume VIII, Nomor 1 September 2009.
Kusumastanto. T. 2006. Ekonomi Kelautan. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Peraturan Bupati Sumbawa Barat tentang Nomor 34 Tahun 2017 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 35 Tahun 2017 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan

Tidak ada komentar: